Selasa, 06 Juli 2010

Facebook dan Kebebasan Media

Dimuat di Harian Jogja, Jum'at, 5 Maret 2010 

Dua bulan terakhir ada beberapa anak sekolah dan seorang mahasiswi hilang yang merupakan korban situs jejaring sosial facebook. Demikian headline media massa melansir wartanya. Bagi penulis diksi atau pilihan kata tersebut tidaklah pas. Pasalnya, facebook ialah alat atau benda mati dan netral sebagai medium perantaraan komunikasi di dunia maya. Jika ada orang hilang kemudian menyangka insiden ini disebabkan oleh situs facebook tentulah ini tidak tepat. Kabar ini terus disiarkan di media cetak dan elektronik yang muaranya akan membentuk opini publik. Jika tak dikoreksi sangkaan ini akan mengendap menjadi nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan menyimpulkan stigma negatif atau cap buruk bagi pengguna facebook. Bahkan menurut komisi nasional perlidungan anak pada kisaran waktu Januari hingga Febuari kantornya menerima 100 aduan dari remaja terkait orang tua dan facebook (FB). Mayoritas dari wilayah ibu kota 40 orang diikuti Surabaya, Bandung, dan Solo. Orang tua menjadi begitu khawatir jika anaknya menggunakan facebook. Padahal problem utamanya bukanlah itu. Bisa saja anak menjadikan FB sebagai medan curhat karena minimnya ruang komunikasi di keluarga dan lingkungan sekitar atau ingin membangun jaring pertemanan untuk berbagi pengalaman dan share proses belajar, peluang kerja, maupun menawarkan barang. 


Jelasnya FB tidak bisa dijadikan kambing hitam atas pelbagai kasus kriminal. Facebook tidaklah selalu kotor. Maraknya gerakan sosial di ruang cyber dengan mendukung pembebasan pimpinan KPK Bibit-Chandra merupakan salah satu efek positifnya. Indonesia semakin demokratis sebagai pengaruh jangka panjang sejak jatuhnya rezim orde baru. Ada dua dampak reformasi yang terasa hingga kini, yaitu liberalisasi politik dan kebebasan media. Aspek pertama mewujud pada sistem multipartai. Bahkan partai yang tidak mendapat sambutan publik dapat berubah menjadi partai politik baru dengan masih diisi tokoh-tokoh lama. 

Kebebasan media dapat terlihat menjamurnya lembaga survei yang secara langsung dapat membentuk opini publik dan leluasanya kuli berita menayangkan langsung seperti laporan kasus Bank Century, persidangan Antasari, sampai aktivitas Istana dan wakil rakyat di Senayan. Bebasnya kerja-kerja media untuk menyampaikan liputan terbaik ini patut disyukuri sebab semakin meneguhkan media masa sebagai pilar keempat demokrasi yang mengawasi dan memosisikan dirinya sebagai watch dog (anjing pengintai) atau kontrol sosial terhadap eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Melalui facebook adalah salah satunya. Penulis menolak anggapan sebagian khalayak yang mendiskreditkan facebook. Mengenai seseorang yang hilang gara-gara komunikasi via facebook, ini adalah dampak penyalahgunaan subjek pemakai. Oleh sebab itu, edukasi pemanfaatan teknologi informasi bagi anak perlu dilakukan sembari membiasakan komunikasi intensif dalam keseharian agar si anak tidak merasa sendiri dalam keluarga dan lingkungan sosialnya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute 

Tidak ada komentar: