Selasa, 06 Juli 2010

Impeachment? Tidaklah!

Dimuat di Bernas Jogja, Senin 1 Febuari 2010
Oleh: Vivit Nur Arista Putra 


 Jauh-jauh hari setelah Demokrat memenangkan pemilu legislatif disusul kembali berkuasanya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di level eksekutif, banyak pengamat politik mengatakan stabilitas pemerintahan akan terjamin. Hal ini memungkinkan program pembangunan lima tahun pertama dapat dilanjutkan secara fokus tanpa gangguan dari oposisi. Kenyataannya kini justru berbalik dari perkiraan semula. Adanya skandal Bank Century yang melibatkan Menteri keuangan dan Wakil presiden, menjadi celah yang dimanfaatkan oposisi untuk mengritik kabinet Indonesia bersatu jilid II. Bahkan jika pansus menemukan bukti indikasi korupsi dari kesalahan kebijakan yang diambil dan melibatkan pucuk tertinggi pemimpin negara, presiden atau wakil presiden dapat dimakzulkan (impeachment).

 Maka tak heran presiden pun merasa terusik dengan munculnya isu impeachment dalam tiga pekan terakhir. Pertemuan di Bogor yang dihadiri pimpinan pejabat tinggi lembaga negara pun mencuatkan spekulasi banyak pihak karena silaturahmi itu dilakukan ditengah pembahasan kasus Century yang belum tuntas. Akan tetapi, keputusan impeachment yang digadang-gadang sebagian kalangan memiliki ruang kemungkinan yang sangat kecil jika ditinjau dari syarat dan prosesnya. Menurut pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 Presiden dapat dilengserkan jika terbukti melanggar hukum yaitu melakukan korupsi, penyuapan, perbuatan tercela, penghianatan negara dan tindak pidana lainnya. Perbuatan korupsi uang negara sangatlah tidak mungkin dilakukan Presiden mengingat telah terjadi pelimpahan kebijakan kepada Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan yang membail out (memberikan dana talangan) ke Bank Century senilai 6,7 Trilyun yang berasal dari uang negara melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kebijakan berdalih penyelamatan Bank kecil ini sah secara hukum karena Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) No.4/2008 tidak diterima atau ditolak oleh ketua DPR pada saat itu. Tetapi barulah pasca 18 Desember 2008 Perpu ini tidak berdasar hukum karena DPR sudah bersikap dengan meminta mengganti dan membuat rancangan undang-undang ulang kepada pemerintah. 

Sedangkan untuk Boediono bisakah pemakzulan dilakukan mengingat ketika dana talangan dikucurkan ia berperan sebagai Gubernur BI, bukan wapres. Sedangkan dilihat dari prosesnya, impeachment sangat imposible untuk dieksekusi. Kenapa? karena kuatnya partai pemerintah (Demokrat) di tingkat legislatif ditambah dukungan mitra koalisi yang mencapai 70 persen lebih. 

Padahal untuk mengajukan pemakzulan harus disetujui dua per tiga anggota DPR sebelum diserahkan dan diproses hukum oleh Mahkamah Konstitusi dan diberikan ke MPR (Pasal B UUD 1945). Sejarah mencatat di negeri ini tidak ada impeachment. Indonesia lebih mengenal mosi tidak percaya. Tata cara impeachment baru dibahas MK satu bulan terakhir. Harmoko ketua MPR 1998 mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Soeharto tetapi itu secara pribadi, akhirnya pemimpin orde baru itu lengser ing keprabon. Begitupun tahun 2001, dialami Gus Dur ketika diminta mundur oleh MPR. Tetapi bagi Yudhoyono maupun Boediono, ruang kemungkinannya sangat kecil untuk dimakzulkan. 

 Vivit Nur Arista Putra
Peneliti Transform Institute UNY

Tidak ada komentar: