Selasa, 06 Juli 2010

Menanti Kebenaran Sidang Paripurna

Dimuat di Harian Jogja, Kamis, 4 Maret 2010 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Rakyat Indonesia amatlah kecewa melihat ricuhnya wakil rakyat dalam sidang paripurna untuk mengambil keputusan hasil kerja panitia khusus (Pansus) terkait penyelidikan bank Century. Pemicunya ialah diambilnya keputusan sepihak ketua DPR Marzuki Ali yang mengetok palu untuk menghentikan sidang. Sikap itu dilakukan tanpa mendengarkan suara wakil rakyat lainnya dan mengingkari prinsip kepemimpinan DPR yang bersifat kolektif kolegial. Politisi partai Demokrat tersebut berdalih bahwa hal itu sesuai kesepakatan setiap fraksi dalam badan musyawarah (Bamus) DPR yang menyatakan agenda hari pertama hanya mendengarkan hasil kerja pansus tanpa dilanjutkan voting terbuka untuk menuntaskan skandal Century. 

DPR RI

Sebenarnnya titik vital ada pada Marzuki Ali yang memiliki beban mental kepemimpinan. Sebab, selaku kader partai pemerintah ia harus memutuskan kasus yang menjerat Boediono dan Sri Mulyani yang masuk kabinet pemerintahan. Selain itu, ia juga pertama kali terpilih menjadi anggota dewan dan langsung menjabat ketua DPR. Tidak adanya pengalaman memimpin bisa jadi membuatnya sedikit nervous dan penuh bimbang. Jika melihat tata tertib sidang paripurna Pasal 221 berbunyi rapat paripurna lebih tinggi dari rapat badan musyawarah DPR. Begitupun Pasal 255 ayat 1 menyatakan dalam keadaan genting anggota dewan dapat mengeluarkan interupsi. Mengacu kode etik dimuka, Marzuki Ali terkesan tidak demokratis dan terlalu individualis. Apalagi sikap ini juga diamini ketiga wakil ketua DPR. Di sisi lain, tanggapan dari anggota dewan lainnya justru reaktif dan tidak menyikapinya secara dewasa. Bukankah ini hanya persoalan waktu saja dan tidak ada ihwal substantif yang layak diperdebatkan. 

Publik sudah jenuh disuguhi sandiwara dan lobi politik semu yang menghiasi televisi. Kericuhan sidang yang disaksikan jutaan pasang mata di tanah air semakin memperburuk citra dan ketakpercayaan rakyat kepada anggota DPR. Masing-masing politisi lintas fraksi saling menjatuhkan membuka aib untuk menekan agar mengubah sikap dalam kesimpulan akhir mengenai megaskandal Century yang menelan uang rakyat 6,7 Trilyun. Pastinya jika dilakukan voting di rapat paripurna hari kedua bakal seru. Sebab, dalam penentuan suara berlaku kaidah one man, one vote, one value. Sehingga kader partai yang berbeda sikap dengan fraksinya dalam bermanuver di sana. Khalayak ramai tentu mengharapkan voting terbuka agar masyarakat luas dapat menilai partai mana yang konsisten membela kebenaran dan kepentingan rakyat serta partai mana yang menutupi episentrum persoalan dan melindungi orang terdekatnya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute 

Tidak ada komentar: