Senin, 05 Juli 2010

Rasionalisasi Kabinet SBY

Dimuat di Harian Jogja

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Teka-teki siapa yang akan menemani SBY terjawab sudah. Kabinet Indonesia Bersatu jilid II telah diumumkan. Komposisinya 19 perwakilan parpol, 4 pejabat militer, 12 kalangan professional, dan 2 birokrat. Banyak khalayak mengaku kecewa, namun ada pula yang menaruh harapan. Rasa kecewa muncul melihat susunan kabinet terbaru masih ditempati orang-orang lama alias L4 (loe lagi-loe lagi). Padahal sebagian dari mereka tak menunjukkan keberhasilan berarti dikepengurusan sebelumnya. Jika difikir apa alasan mendasar (raison d’etre) SBY mempertahankan muka-muka lama seperti Purnomo Yusgiantoro dan Freddy Numberi,. Apakah mereka tergolong sukses mengemban tugasnya? Tidak. 


Menurut pengamat politik UGM Aan Dwiparna, pilihan tersebut berdasar aspek loyalitas dan mempertimbangkan representasi geografis semata. Selain itu, SBY terkesan menyalahi konsepnya sendiri the right person, the right place, and the right time dalam memilih menteri. Jika dicermati koordinator menteri perekonomian Hatta Rajasa tidak sesuai posnya, mengigat kader PAN ini tidak memiliki rekam jejak mengurus masalah ekonomi makro maupun mikro. Padahal pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tujuh persen di masa datang. Hal ini tentu kontradiktif dengan konsep the right person, (tepat memilih orang) dan the right place (tepat menempatkannya). Perihal banyaknya kader parpol yang duduk di eksekutif dapat dimafhumi sebagai konsekuensi logis koalisi partai pemenang pemilu yang berdampak pada pembagian jatah di kabinet. 

Kemungkinan sisi negatif lainnya ialah masih adanya menteri yang merangkap jabatan di parpol, ditakutkan akan terjadi vested interest (konflik kepentingan) dengan partainya, ego sektoral, jika kritis dapat terjadi friksi internal di pemerintahan, dan membuat fokus kerja terbelah. Sebab, untuk manajerialisasi seorang menteri akan sangat luas jika memegang jabatan ganda. Jika SBY berkomitmen untuk memperkuat sistem presidensial dan pemerintahan efektif, presiden harus merespon hal ini. Kendati secara legal formal tak ada kode etik yang melarang menteri menjadi pengurus partai politik. Tetapi, sebagaimana tertera dalam pakta integritas, para menteri harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dapatlah dijadikan pertimbangan untuk bersikap. Sedangkan masyarakat lain mengaku cukup optimis dengan kabinet ini. Ihwal ini dapat dianalisis. Pertama, menangnya partai Demokrat di parlemen dan eksekutif akan menjadikan stabilitas politik sehingga pemerintah dapat terus fokus bekerja. Ditambah lagi tiada parpol yang lantang menyerukan diri sebagai oposisi. 

Menurut Meriam Budiharjo, sistem presidensial menjadikan eksekutif berperan lebih besar ketimbang legislatif. Hal ini diperkuat dominannya suara Demokrat di parlemen. Dengan demikian, DPR yang sejatinya dimintai persetujuan kebijakan oleh pemerintah agaknya akan mengontrol kebijakan pemerintah secara formalitas saja lima tahun ke depan. Kedua, kendati kabinet ini terlampau gemuk (34 menteri dan departemen) ketimbang negara lain dengan sistem presidensil umumnya. Akan tetapi masyarakat patut mengapresiasi adanya program seratus hari yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat, satu tahun sebagai langkah tindak lanjut, dan lima tahun ke depan sebagai penuntasan. Rancangan strategis ini akan dimatangkan dan diintegrasikan dalam Oktober Summit Agenda. Tokoh masyarakatpun dapat merekomendasikan program kerja apa yang harus digarap pemerintahan mendatang. 

Jika program kerja tersebut dilakukan secara transparan, tepat sasaran, tentu akan memudahkan rakyat mengukur keberhasilan pemerintah ke depan, dan dapat pula dijadikan pertimbangan reshuffle kabinet jika diperlukan. Ini merupakan hal yang baru sepanjang sejarah rezim di Indonesia. Pada titik ini rakyat dapat menagih janjinya dan dapat diterka apakah pemerintah serius menyejahterakan rakyat dengan setumpuk persoalan yang dihadapinya. Akhir kata selamat berfikir, berjuang, dan berkarya SBY-Boediono. 

Vivit Nur Arista Putra
Peneliti Transform Institute

Tidak ada komentar: