Minggu, 25 Juli 2010

Turki Kekuatan Baru Timur Tengah

Dimuat di Lampung Post, 25 Juni 2010 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Pembunuhan massal tentara Israel terhadap sembilan awak kapal Turki dalam armada kemanusiaan rombongan Freedom Flotilla adalah tindakan biadab untuk kesekian kali. Menurut pakar hubungan internasional Sugiarto Pramono, arogansi negara Yahudi itu disebabkan empat hal. Pertama, kuatnya pengaruh lobi Yahudi di Amerika Serikat (AS) yang menduduki pos strategis dari eksekutif, senat, dan pemain kunci ekonomi membuat negeri paman Sam mutlak dikendalikan komunitas Yahudi. Kedua, superpower selalu membela Yahudi karena memiliki tendensi menguasai minyak di timur tengah sebagai ambisinya menguasai dunia (Pax Americana) dan Israel dijadikan jangkar di kawasan gurun pasir itu. Ketiga, PBB tidak akan bisa menghukum dan mengadili Israel karena segala kebijakannya dan resolusinya akan di veto AS. Keempat, tersekat-sekatnya dunia Arab membuat perjuangan membela Palestina menjadi tereduksi. 

Di tengah konflik Israel-Palestina, Turki mengemuka sebagai kekuatan baru yang mendukung kemerdekaan Palestina. Langkah ini dimulai dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan sekutunya Israel pascatewasnya sembilan warga negaranya. Penulis menganalisis, sejak 2002 didominasi partai keadilan mengakibatkan kebijakan luar negeri negara sekuler ini berubah. Semenjak itu, Turki memang merencanakan memutuskan hubungan dengan Israel, hanya saja belum menemukan momentum pembenaran. 


Kasus pembantaian warganya di atas kapal Mavi Marmara yang difasilitasi Turki dijadikan argumensi kebenaran untuk melawan Israel. Ihwal ini membuat negeri pimpinan Recep Tayyib Erdogan memiliki daya tawar di mata dunia internasional. Kini sulit bagi dunia berharap pada PBB maupun negara internasional. Dunia hanya diam dengan aksi dzalim Israel. Kalaupun protes, mungkin hanya sekadar mengutuk dan mengecam. Penulis mengapresiasi, atas ikhtiar usulan Indonesia dalam forum OKI (Organisasi Konferensi Islam) dan koordinasi antarparlemen negara untuk mendesak Israel membuka blokade Gaza dan keluar dari tanah Palestina. Tetapi, jika seluruh dunia tidak berpadu dan internal fraksi Hamas dan Fatah tidak segera islah, itu semua tidak akan berhasil menghakimi negara dengan imunitas hukum seperti Israel. Imbasnya, LSM dan aktivis kemanusiaanlah yang bertindak konkret menyalurkan bantuan dengan gagah berani menerobos lautan ke Gaza. Satu pelajaran moral bagi kita, jika Turki dapat mengoordinasi 8 kapal yang terdiri dari 700 aktivis dari 35 negara, hendaknya Indonesia dapat mengirimkan kapal kemanusiaan sendiri ke sana. Allahualam. 

Vivit Nur Arista Putra 
Pegiat media Transform Institute

Tidak ada komentar: