Kamis, 28 Oktober 2010

Jika DPR Tak Beretika

Dimuat di Jagongan, Harian Jogja, 27 Oktober 2010 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Untuk kesekian kalinya anggota dewan kita membuat heboh publik. Kali ini dari anggota Badan Kehormatan DPR RI yang tetap ngeyel melakukan kunjungan kerja ke Yunani. Sebanyak 8 anggota BK sudah terbang Sabtu kemarin ke Eropa di tengah kecaman khalayak yang begitu gencar menolak agenda plesiran ke negeri para filsuf itu. Penulis memandang, ini adalah aktivitas yang tidak masuk akal bagi seorang wakil rakyat. Kendati memiliki legalitas formal yakni UU No.27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dengan jatah dua kali kunjungan bagi setiap anggota dewan per tahun, tetapi akan lebih baik jika lawatan ke mancanegara untuk mengetahui hal yang urgen dan berdampak pada kemaslahatan lebih bagi Indonesia. Begitupun dengan pemilihan lokali negara, harus selektif dan asal tunjuk. 

DPR RI

Ada beberapa point yang perlu dikritisi masyarakat dengan melihat aktivitas “jalan-jalan” pejabat publik Senayan. Pertama, kunjungan kerja ke benua biru dengan dalih untuk mengetahui etika politisi Yunani dalam berpakaian, perbedaan pendapat, dan memimpin sidang sangatlah menghina akal sehat. Kenapa kita selaku warga timur harus survei ke sana, bukankah banyak bule yang kagum dengan sopan santun warga Indonesia. Dan bukankah eks presiden Polandia, Lech Walesea berkata, orang Eropa harus belajar berdemokrasi di Indonesia. Ini pertanda politisi BK sedang krisis etika. Padahal BK mempunyai peranan mejalankan tata tertib atau etika anggota DPR yang UU belum setahun diratifikasi. Belum lagi pemilihan Yunani sebagai negara tujuan. Padahal, negeri Aristoteles itu marak korupsi dan baru sembuh dari krisis ekonomi. 

Kedua, selama ini kegiatan anggota parlemen ke luar negeri tidak transparan laporannya dan tidak meningkatkan produktifitas menghasilkan UU. Faktanya dalam rentang waktu sejak dilantik September 2009 hingga Oktober 2010 dari 70 RUU yang ditargetkan, baru terrealisasi 5 UU. Atau jangan-jangan anggota DPR tersendat problem bahasa yang membuatnya tak mampu menangkap apa yang dibicarakan sehingga tak berpengaruh pada proses legal drafting. Ini artinya kunjungan ini tak sebanding dengan duit yang dikeluarkan sekitar 2,2, Milyar menguras uang rakyat. Padahal pimpinan DPR dapat menganulir jadwal kunjungan sekiranya tidak terlalu penting. Jika tetap ngotot, rakyat dapat menyimpulkan bahwa anggota DPR memang berhati batu dan tak beretika di tengah kecaman publik yang menggema. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Universitas Negeri Yogyakarta 

Tidak ada komentar: