Kamis, 07 April 2011

Analisa Teror Bom Buku


Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Teror bom buku yang menggunjang Indonesia mencuatkan ragam spekulasi tentang apa motif dibalik semuanya dan siapa dalang penggeraknya. Sejak tahun 2000 modus serangan memang bervariasi mulai dari memakai mobil, tas ransel, hingga buku disertai pesan yang tertera dijudulnya. Bom berselimut buku terbilang unik dan sederhana, apakah memang disetting demikian mengingat sasaran adalah tokoh kutu buku. Atau kemampuan finansial tak mencukupi sehingga cukup membungkus bom dengan buku. 


Menurut analisa Soeripto (Pengamat Intelijen) muncul bom buku setidaknya ada tiga motif yang melatari pelaku. Pertama, untuk mengalihkan isu politik yang sedang menyerang istana atas pemberitaan dua media massa The Age dan The Sidney Morning Herald dari Australia. Kedua, bom skala kecil ini disinyalir hanyalah ancaman atau psy war untuk mengabarkan kepada dunia internasional bahwa aktivitas terorisme masih ada di Indonesia. Ketiga, ada kemungkinan ini hanya rekayasa untuk memberitahukan kepada negara barat dan Amerika Serikat bahwa detasemen antianarki bentukan anyar pemerintah memiliki tugas memberantas teror sehingga membutuhkan suplai dana lebih dari donatur barat. Jika dicermati ketiga objek sasaran seperti Ulil Abshar Abdala (Pendiri Jaringan Islam Liberal), Goris Mere (mantan petinggi BIN), Soeryokoesoemo (Ketua pemuda Pancasila), Ahmad Dhani (Personel band Dewa 19 yang dianggap antek Yahudi). Terkesan pelaku mencari efek dari news value (nilai berita) yang dapat membentuk persepsi publik. Yakni khalayak akan mengira pelakunya adalah orang lama. 

Dampaknya adalah umat Islam selalu menjadi kambing hitam jika ada kasus kekerasan dan terorisme. Karena secara sederhana, pengamat terorisme dan mabel Polri dapat menyimpulkan pengirim paket buku adalah kalangan Islam fundamentalis. Padahal masih berbagai kemungkinan apakah kasus ini dimotori aktor lama atau baru. Jika pelaksananya tersangka lama tentu akan memberatkan persidangan Abu Bakar Ba’asyir. Jika pelaku baru lantas siapa? Apakah ini pekerjaan rapi tanpa jejak ini dilakukan intelijen? Benarkah demikian, lantaran setiap ada perkara yang menyerang istana selalu muncul kasus baru untuk mengalihkan isu. Apa konspirasi besar dibalik semua ini? Semoga kita dapat mengkritisi tanpa mudah terbawa isu petinggi elite negeri ini. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute 

Tidak ada komentar: