Jumat, 01 Juli 2011

Lindungi TKI Secepatnya

Termuat di Harian Tribun Jogja, Jum'at, 1 Juli 2011 

Manifestasi aksi KAMMI, tak lepas dari adanya kontradiksi. Ya, bertolak belakang. Sangat njomplang. Beberapa hari pascapidato Presiden SBY dalam konferensi Internasional Labour Organization (ILO) ke 100 di Jenewa, Swiss. Publik disuguhkan realitas kontras. Pidato yang berhasil memukau elite manca tentang enam program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Ternyata deretan kata di muka hanya di atas angin mendengar berita TKI, Ruyati binti Satubi, ditebas lehernya oleh algojo Arab Saudi. Ini pertanda pemerintah telah gagal melindungi warga negara. Ini menunjukkan otoritas negeri ini telah lumpuh dan tak berdaya petingginya tanpa mampu membela terdakwa. Lobi dan diplomasi birokrasi mental. 


Di segi lain, terdata ada 216 TKI yang sedang antri dipancung mati jika pemerintah tak serius berbenah diri. Terdekat, adalah Darsem binti Dawud yang diberi tenggat waktu hingga 6 Juli untuk pembayaran diyat sebesar 4,7 Milyar. Jika tidak, tamatlah riwayatnya. Ruyati dan Darsem memang membunuh, tetapi harusnya kita bertanya kenapa mereka tindakan kejam. Jawabannya karena mereka hendak dibunuh. Dalam kaidah hukum, setidaknya ini dapat meringankan hukuman bagi terdakwa. Pidato bapak SBY hanyalah pepesan kosong. Dengan lips service yang tebal. Mengurai rasa keprihatinan ini, KAMMI DIY hadir membentuk parlemen jalanan dan menyerukan aspirasi ke pengambil kebijakan. Bertempat di DPRD DIY, Kamis, 24 April 2011. 

Seruan Aksi KAMMI. Pertama, “lakukan moratorium dan hentikan suplai TKI ke negeri dinasti Saud dan segera ratifikasi MoU proteksi buruh migrant oleh kedua negara” tegas Aza El Munadiyan dalam pembacaan penyataan sikapnya. Ihwal ini urgen, mengingat Saudi Arabia tergolong negera yang ribet duduk semeja. Sebab, mereka menganggap TKI adalah separuh budak yang dapat diperlakukan apa saja. Karena moratorium berpotensi pengangguran warga domestik membludak. Rezim SBY-Boediono dituntut untuk membuka akses lapangan kerja. Data hingga Februari 2011 tertera 8,32 juta pengangguran dan akan bertambah jika pasokan TKI ke Arab Saudi dengan total 250 ribu setiap tahunnya diputus.

Kedua, KAMMI menyuarakan agar pemerintah RI secara internal juga harus berbenah diri. Menakertrans melalui Cak Imin agar mengevaluasi perusahaan penyalur pahlawan devisa, lantaran banyak pemalsuan data, penempatan kerja ngawur dan prosedur tak dijalankan jujur. Begitupun dengan jajaran pengurus BNP2TKI, perlu dirombak total jika tak kerja lindungi TKI. Ketiga, KAMMI menuntut agar Presiden SBY yang dirahmati Allah dan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa agar melakukan diplomasi dan lobi tingkat tinggi. Kiat ini pernah sukses di era Gus Dur ketika berhasil menunda eksekusi Siti Zaenab tahun 1999. 

Faktor bahasa agaknya turut memengaruhi diplomasi. Gus Dur pandai bahasa Arab sehingga komunikasi positif terjalin dengan Raja Fahd. Derasnya seruan khalayak, membuat pemerintah merespon cepat dengan mengkreasi Satgas TKI terancam mati dan membentuk atase hukum dan HAM di KBRI. Jika ini juga gagal, RI hanya boros waktu dan menghambur rupiah untuk membuatnya. Moratorium untuk negara lain pun dipertimbangakan sesuai instruksi presiden. Kita simak, pantau, dan kawal kinerja pemerintah. Aksi di muka juga dibarengi solidaritas rupiah untuk TKI. Camkan, jika masih terjadi pembunuhan TKI lagi di luar negari. Bukan tidak mungkin KAMMI kembali turun dengan maraknya massa... Tabik. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Sleman 

Tidak ada komentar: