Jumat, 18 November 2011

Membaca Misi Kedatangan Obama

Dimuat di Jagongan, Harian Jogja, Jum'at, 18 November 2011 

Kedatangan presiden negara adidaya Barack Obama, secara khusus ke Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi, negara ASEAN di Nusa Dua, Bali, 17-19 November 2011 tentu memiliki sisi tendensi. Langkah ini berbeda dengan kunjungannya ke Indonesia tahun lalu yang dapat dikata hanya mampir ‘silaturahmi’ pascapertemuan bilateral dengan India. Kali ini kunjungan ke bumi pertiwi ini tampak direncanakan dan Obama memang meluangkan waktu khusus untuk bertemu menteri luar negari dan keuangan negara ASEAN. Hal ini tak lepas dari misi tawaran AS kepada negara asia tenggara khususnya indonesia untuk terlibat perdagangan bebas asia pasific (Trans Pacific Partnership). 


Beruntung negara kita menolaknya karena belum kuatnya daya saing produk dalam negeri dalam menghadapi serbuan produk impor. Penulis menganalisa, pernyataan sikap di muka sangat tepat. Perjanjian CAFTA hendaknya memberikan pelajaran moral bagi Indonesia. Bagaimana produk China mulai dari buah-buahan sampai mainan anak-anak membanjiri pasar lokal yang membuat pedagang mikro kecil dan menengah tak mendapat untung maksimal. Akarnya ialah tak kuatnya mutu dan produk pasar domestik dalam berkompetisi dengan produk luar. Dengan China saja dalam urusan dagang keteteran, bagaimana nanti dengan negara asia pasifik seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru. Produk teknologi mereka akan memenuhi pasaran dan menyisihkan software dan hardware buatan anak negeri. Jelas, AS memandang Indonesia ialah pangsa pasar yang prospektif di tengah krisis negara eropa, yang membuat permintaan menurun dan memutus ekspor barang. Maka langkah taktis dan strategis ialah AS harus mencari pangsa pasar baru agar produknya tersalurkan dan tidak rugi. Jawabannya ialah pasar asia tenggara dan asia pasifik. 

Jika Indonesia memaksakan ajakan diri untuk terlibat dalam pusaran TPP, negara dengan demografi alias konsumen terbesar ini hanya akan menjadi lumbung impor barang negara maju dan kuantitas ekspor tetap akan sedikit lantaran tak berkembangnya pasar lokal tradisional dalam memoles dan menghasilkan barang jadi. Kepentingan lain dibalik tawaran TPP ialah, AS akan berupaya untuk membendung pengaruh China yang semakin kuat di ASEAN maupun negara Pasifik melalui kesepakatan TPP. Agaknya memperkokoh pasar domestik dan mengembangkan usaha mikro kecil dan menengah harus menjadi prioritas sebelum menjalin perdagangan dengan negara lain. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Membaca Tren Kepemimpinan Bangsa

Dimuat di Nguda Rasa, Koran Merapi, Rabu, 16 November 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang memprediksi calon presiden RI 2014 menarik untuk dikaji. Prabowo Subianto, mantan kepala Kopassus yang kini menjabat ketua umum Partai Gerindra menduduki posisi tertinggi. Disusul Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Ani Yudhoyono dan Sri Mulyani. Publik menyesalkan tak adanya tokoh muda yang populis dan akseptabilitasnya tinggi di mata rakyat untuk RI 1. Justru secara bersamaan LSI melansir citra tokoh muda tercoreng dan cenderung tak disuka masyarakat, lantaran terjerat kasus dugaan korupsi seperti Muhaimin Iskandar dan Anas Urbaningrum. 

Rumah Pensil Publisher

Transformasi kepemimpinan dan strategisnya posisi elit politik dalam kekuasaan di negeri ini berulang kali berganti namun belum mampu memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Apa tren utama zaman yang membuat orang menduduki posisi strategis mengendalikan negeri ini. Generasi muda kini perlu membaca mata rantai ini, sebab pemudalah pewaris sah yang akan memimpin negeri ini nanti. Anies Baswedan memperkenalkan istilah ruling elit, yaitu sekelompok elit -di antara kaum elit lain- yang berkuasa menentukan arah kehidupan bangsa dan negara. Hal ini berkaitan dengan perekrutan dan pematangan anak muda serta tren utama bangsa yang ditentukan perubahan dan situasi atau jiwa zaman yang berbeda (zeitgeist). 

Anak-anak muda yang terlibat dalam tren utama mewarnai kehidupan bangsa ini kelak akan menjadi aktor-aktor yang akan mengarahkan ke mana Indonesia harus berjalan. Teori ini akan memandang dari kacamata historis dan sosiologis. Tren utama zaman awal abad 19 adalah pendidikan. Karena semakin terdidik berdampak pada kenaikan status seseorang dan semakin tinggi pengaruhnya. Maka sirkulasi ruling elit di negeri ini diawali dari elit intelektual sebagai kunci sukses proses pendidikan hasil politik etis (politik balas budi) yang diterapkan Belanda. Lahirlah Soekarno, Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir dan tokoh lain. Proses pematangannya terjadi tahun 1900 an-1940 an. Ketika terjadi kemerdekaan Indonesia 17-8-1945 mereka menemukan momentum masa karya. Jadilah Soekarno dan Hatta ruling elit pertama yang memimpin Indonesia sebagai presiden dan wakil presiden. 

Pascakemerdekaan tren mainstrem zaman ialah mempertahankan kemerdekaan dari keinginan Belanda yang kembali menjajah Indonesia. Jakarta menjadi tidak aman karena serangan Belanda, maka Ibukota pun dipindahkan ke Yogyakarta. Anak-anak muda yang berdomisili di Yogyakarta seperti Soeharto dan generasinya memainkan peranan penting untuk menjaga kedaulatan NKRI. Terjadilah perekrutan besar-besaran pemuda-pemuda untuk berpartisipasi perang menyelematkan bangsa. Inilah proses pematangan mereka tahun 1940 an-1960 an. Muaranya ketika terjadi konflik politik tahun 1960 an dan orde lama tumbang. Soeharto dan pemuda militer lain menemukan kansnya berkarya menjadi ruling elit militer dengan menjabat presiden dan rezim orde baru yang dipenuhi keterlibatan TNI dalam politik praktis sebagai penyangga pemerintahan. 

Di dekade 1960 an terjadi lonjakan mahasiswa. Alfan Alfian dalam bukunya ”Menjadi Pemimpin Politik” mengungkapkan, untuk pertama kalinya anak muda dari lapis bangsa dapat mengenyam pendidikan tinggi. Bersamaan dengan itu, dunia gerakan mahasiswa mulai tumbuh dan menguat. Menjamurlah organisasi mahasiswa yang menjadi jalan perekrutan anak-anak muda di era itu. Kemudian marak pula lembaga kepemudaan yang menjadi saluran aktivis mahasiswa untuk meneruskan aktivismenya. Benar saja, setelah orde baru tumbang tahun 1998, keterampilan berorganisasi dan berpolitik membuat aktivis mahasiswa siap menyambut demokratisasi dan menemukan momentumnya sebagai katalisator pemercepat laju keinginan di medan karya selanjutnya, yakni parlemen. 

Bergantinya orde baru ke orde reformasi menyebabkan liberalisasi politik yang memungkinkan aktivis lintas profesi khususnya mantan aktivis mahasiswa masuk Senayan mendominasi kursi eksekutif dan legislatif di tingkat lokal sampai nasional. Kendati masih di level legislatif saja, kalangan aktivis dan organisatoris ini menjadi ruling elit menggantikan militer. Anies Baswedan memprediksikan masa karya ruling elit aktivis akan sampai tahun 2020 saja. Menjadi pertanyaan siapakah yang akan menggantikannya? Jika diperhatikan pengaruh pasar terhadap ragam aspek kehidupan sudah dirasakan. Bahkan sektor publik seperti layanan kesehatan dan pendidikan pun kini dikelola ala pasar. Lebih lanjut Alfan Alfian menjelaskan tren akan berlanjut pada perekrutan generasi muda untuk menjadi pelaku pasar (dunia bisnis). Karena the young gun sedang mengalami prosesi pematangan, ke depan ruling elit Indonesia agaknya masih tetap diisi tokoh-tokoh tua. 

Mengkorelasikan teori di muka, penulis memprediksikan tokoh-tokoh berlatar belakang ekonom atau bisnisman berpotensi menjadi ruling elit Indonesia 2014 nanti. Adapun proses pematangannya di mulai sekarang. Meskipun tampak malu-malu Aburizal Bakrie dapat dipastikan diusung aklamasi tanpa konvensi untuk dicalonkan sebagai RI 1. Terlihat pengusaha dan orang terkaya se asia tenggara ini hampir tak ada rival sebanding di tubuh partai Beringin. Selain itu, Hatta Rajasa potensial diusung PAN. Selain menduduki posisi strategis di kabinet dan di partainya, Hatta tergolong populis di tengah publik. Sri Mulyani juga digadang-gadang meramaikan kompetisi, apalagi sudah ada partai SRI yang mendaftar di KPU dan siap mendukung. Mantan Menko perekonomian ini merupakan sosok ekonom yang tegas. Menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia tidak menutup kemungkinan back up finansialnya akan kuat jika maju menjadi capres. Sementara Demokrat, yang masih bergantung pada figuritas SBY. Setelah tak dapat maju lagi, tidak menutup peluang mengajukan sang istri Ibu Ani Yudhoyono. Sikap ini dapat diambil lantaran cukup berhasilnya politik dinasti di skala daerah. Selain itu, beliau juga tokoh yang populer karena selalu mendampingi suami. 

Bersamaan dengan konsolidasi demokrasi yang berbasis pasar karena mahalnya biaya politik di Indonesia, para pelaku pasar akan semakin berkepentingan dengan dunia politik dan kebijakan (policy making). Oleh sebab itu, peran generasi muda berwirausaha di era kini bisa jadi akan menjadi mobilitas vertikal mereka di masa nanti untuk menjadi ruling elit baru di negeri ini. Kanal politik memang sempit, oleh sebab itu pemuda harus menemukan medan karya baru pascakampus sesuai kompetensi yang dimiliki. Dan akan semakin matang jika diawali kemandirian finansial sebelum terjun ke dunia politik nanti. Ini penting karena kemandirian akan memengaruhi mentalitas dan orientasi pengabdiannya di masa karyanya nanti agar tidak terjebak pada sisi pragmatis korupsi yang kini sudah membudaya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute

Kamis, 10 November 2011

Hasil ‘Reshuffle’ Mengecewakan

Dimuat di Lampung Post, Kamis, 10 November 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Menjawab permintaan publik untuk menyusun kabinet ahli, hasil reshuffle kabinet ternyata tak membuat puas banyak pihak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkesan menerapkan politik akomodasi dan memasukkan kalangan profesional. Keputusan politik SBY tak tegas, lantaran tersandera kontrak politik dengan mitra koalisinya. Memang benar, SBY memiliki modal politik suara rakyat 60% lebih dari penduduk Indonesia yang mendukung dirinya. Namun, Presiden terpilih tetap membutuhkan dukungan politik di parlemen untuk melicinkan kebijakan pemerintahannya. Oleh sebab itu, berkoaliasi menjadi niscaya. Koalisi tanpa kontrak politik yang jelas inilah akhirnya mencuatkan politik saling sandera. Malangnya karena adanya jabatan ganda, seperti menjadi menteri sekaligus pimpinan partai politik. Ihwal ini membuat loyalitas ganda. Para menteri menjadi tak setia kepada Presiden, tetapi orientasi terpecah ketika juga harus menghidupi partainya dengan memanfaat posisi di kementeriannya. Buktinya, berulang kali SBY mengeluh mengenai menteri yang tak patuh pada instruksinya. 


Padahal, seharusnya ketika kader partai politik menjadi menteri, sebaiknya dia melepaskan amanah di parpolnya dan mewakafkan diri sepenuhnya untuk kemajuan bangsa dan negara. Inilah problem internal pemerintahan yang sesungguhnya. Sehingga, ketika pengumuman perombakan kabinet, sebagian khalayak merasa kecewa karena ada menteri yang berkinerja lumayan bagus diganti orang yang tidak mempunyai latar belakang relevan sesuai pos kementeriannya. Hal ini sangat kontradiktif, seperti Jero Wacik (kader Demokrat) yang tak berpengalaman mengurus bidang energi diposisikan sebagai menteri ESDM terbaru. Ada dugaan kementerian yang terkenal "basah" ini dijadikan partai penguasa lahan garapan proyek-proyek besar di dalamnya untuk supporting financial party. Sementara, dosen Universitas Cenderawasih, Balthasar Kambuaya yang seorang ekonom, malah diminta menjadi menteri Lingkungan Hidup. Terkesan SBY hanya mengakomodasi representasi geografis, setelah Freddy Numberi dipindah agar tak menimbulkan gejolak sosial mengingat Papua merupakan salah satu daerah pemantik konflik. Lebih heran lagi, Fadel Muhammad yang mendapat rapor bagus ketika menjadi gubernur Gorontalo dan tak termasuk kementerian yang nilainya jeblok versi UKP4 malah diganti pengurus Golkar lainnya Sharif Cicip Sutarjo. 

Ada kemungkinan Fadel adalah tumbal konflik internal partai beringin agar kelak popularitasnya tak naik dan menyaingi ketua umum dalam konvensi internal capres Golkar 2014. Maklum, terkenang sejarah di parpol pengusung Orba ini seorang ketua umum pernah dikalahkan Wiranto dalam konvensi internal capres 2004 kala itu. Hal inilah yang agaknya diantisipasi Aburizal Bakrie agar tak terulang. Perombakan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar ke Amir Syamsudin pun sarat tendensi. Bisa jadi rezim pemerintah ingin mengamankan kasus Century, mengingat bukti terbaru yang ditemukan BPK harus ditindaklanjuti melalui koordinasi KPK dan Kemenkumham. Yang lebih mengecewakan sosok Muhaimin Iskandar dan Andi Mallarangeng yang terseret kasus korupsi masih saja aman. 

Hal ini sangat bertolak belakang dengan keinginan publik agar mereka mundur. Kendati demikian, pemilihan tokoh profesional ke kabinet pun ada yang tepat seperti Dahlan Iskan di pos menteri BUMN atau Gita Wiryawan sebagai menteri perdagangan. Isu reshuffle ini hanya akan dipandang sebagai adegan drama agar pemerintah terkesan mengurus rakyatnya. Padahal, selama itu warga negara ditelantarkan lantaran selama dua pekan para menteri dilarang mengeluarkan kebijakan strategis karena menunggu momentum pergantian jabatan. Sementara bagi wong cilik, pergantian jajaran menteri tak ada pengaruhnya dan akan percuma jika tak memberikan dampak lebih positif ketimbang menteri sebelumnya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Selasa, 08 November 2011

Kinerja Intelijen Perlu Kontrol

Dimuat di Suara Merdeka, Sabtu, 5 November 2011 


Gencarnya pemberitaan media massa tentang terorisme akhir-akhir ini menyulut api diskusi di kalangan akar rumput. Objek kajian berkait dengan definisi maupun akar persoalan terorisme itu sendiri. Dalam buku ‘’Membentangkan Ketakutan, Jejak Berdarah Perang Global Melawan Terorisme’’ karya Shofwan Al Banna Choiruzzad dijelaskan, seruan melawan terorisme dimulai rezim George Bushjunior. Menganalisis peristiwa bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Keputon, Solo, Jawa Tengah, Ahad (25/9) lalu yang menewaskan 1 orang dan 27 orang lain terluka, terlihat target tidak jelas. Kekuatan bom pun rendah, sementara lokasi yang dipilih ialah tempat ibadah. 


Irfan S. Awwas (Aktivis MMI) memberikan hipotesis tujuan yang hendak dicapai pelaku ialah untuk menyebarkan prasangka lintas agama maupun internal umat Islam. Rasa saling curiga inilah yang nantinya mengobrak-abrik kerukunan antarumat beragama dan berpotensi merusak sikap toleran antarkeyakinan yang menjadi kharakteristik di negeri ini. Kedua, agaknya kasus bom di Surakarta dijadikan pemantik dan alasan beberapa pihak untukmendorong pengesahan RUU Intelijen yang diajukan ke DPR. Jika menjadi UU dengan tambahan kewenangan intelijen seperti penyadapan, pemeriksa aliran dana, dan penggalian informasi terhadap setiap orang yang terkait dengan terorisme dan kegiatan lain yang mengancam ketahanan nasional (pasal 31 UU Intelijen), dikhawatirkan sebagian kalangan, aparat dapat melakukan tindakan represif dan mengklaim sepihak untuk mencekal siapa saja. 

Kendati penyadapan dilakukan kepada sasaran yang punya bukti permulaan (pasal 32) dan penggalian informasi tanpa penangkapan dan penahanan (pasal 34), namun trauma publik terhadap orde baru yang memakai pasal antisubversi untuk menghukum siapa saja yang menentang pemerintah, tak bisa dielakkan. Berpijak dari topik itu, menjadi satu keharusan bersama untuk mengontrol dan kritis terhadap kinerja intelijen agar tak semena-mena. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

SPIY Dideklarasikan

Dimuat di Jagongan, Harian Jogja, 28 Oktober 2011 


Esensi sumpah pemuda ialah persatuan lintas pemuda etnik demi terbangunnya negeri tercinta di tengah pusaran zaman. Seakan mendapat spirit solidaritas dan kesatuan, berbagai elemen pemuda Islam (KAMMI, HMI, PII, IMM, dan FSLDK) bersepakat mendirikan Sarekat Pemuda Islam Yogyakarta (SPIY) yang dideklarasikan hari ini, Rabu, 26 Oktober 2011 di PDM Muhammadiyah Kota Yogyakarta. Agenda ini bersamaan dengan dihelatnya diskusi “Palestina Merdeka” bersama Mashudi Muqqarabin (Dosen UMY) dan dimoderatori Ahmad Rizky Mardlatillah Umar (KAMMI UGM). Isu Palestina ini sebagai titik awal untuk mengkaji berjama’ah isu strategis keIslaman bersifat aktual dan problematik dengan SPIY sebagai ruang aktualisasinya. 

Adapun pola gerak lain untuk penyikapan persoalan Palestina yang kina mengajukan proposal kemerdekaan ke PBB ialah, SPIY akan melakukan aksi membentuk parlemen jalanan di Tugu Jogja, 27 Oktober 2011. Demonstrasi ini sebagai medium kampanye gagasan untuk mengkampanyekan ke khalayak ramai agar memberikan dukungan moral ke negeri para Nabi tersebut. Sekaligus mengabarkan bahwa kasus Israel versus Palestina tak semata persoalan agama tetapi juga krisis kemanusiaan yang menggejala. Pengiriman surat dan hasil kajian tentang Palestina ke duta besar negara sahabat seperti Singapura dan Thailand yang hingga kini belum mengeluarkan keputusan atas status Palestina, juga akan dilakukan agar turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi tanpa penjajah. Indonesia mempunyai utang sejarah pada Palestina. Tempo dulu saat negeri ini deklarasi negara timur tengah yang mengakui eksistensi Indonesia selain Mesir ialah Palestina, melalui muftinya Adian Husaini yang kala itu berkunjung ke Indonesia. 

Kini sudah saatnya kita membalas jasa ini, dengan inisiatif gerakan pemuda agar tak berfikir layaknya katak dalam tempurung. Tetapi berskala global agar mampu merespon problematika kontemporer. Penggalangan dana dan mencerahkan publik melalui forum diskusi ialah langkah konkret yang dapat kami lakukan sesuai dengan wilayah dan perannya dalam level kehidupan. Salam pemuda, salam pembebasan. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman