Jumat, 18 November 2011

Membaca Tren Kepemimpinan Bangsa

Dimuat di Nguda Rasa, Koran Merapi, Rabu, 16 November 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang memprediksi calon presiden RI 2014 menarik untuk dikaji. Prabowo Subianto, mantan kepala Kopassus yang kini menjabat ketua umum Partai Gerindra menduduki posisi tertinggi. Disusul Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Ani Yudhoyono dan Sri Mulyani. Publik menyesalkan tak adanya tokoh muda yang populis dan akseptabilitasnya tinggi di mata rakyat untuk RI 1. Justru secara bersamaan LSI melansir citra tokoh muda tercoreng dan cenderung tak disuka masyarakat, lantaran terjerat kasus dugaan korupsi seperti Muhaimin Iskandar dan Anas Urbaningrum. 

Rumah Pensil Publisher

Transformasi kepemimpinan dan strategisnya posisi elit politik dalam kekuasaan di negeri ini berulang kali berganti namun belum mampu memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Apa tren utama zaman yang membuat orang menduduki posisi strategis mengendalikan negeri ini. Generasi muda kini perlu membaca mata rantai ini, sebab pemudalah pewaris sah yang akan memimpin negeri ini nanti. Anies Baswedan memperkenalkan istilah ruling elit, yaitu sekelompok elit -di antara kaum elit lain- yang berkuasa menentukan arah kehidupan bangsa dan negara. Hal ini berkaitan dengan perekrutan dan pematangan anak muda serta tren utama bangsa yang ditentukan perubahan dan situasi atau jiwa zaman yang berbeda (zeitgeist). 

Anak-anak muda yang terlibat dalam tren utama mewarnai kehidupan bangsa ini kelak akan menjadi aktor-aktor yang akan mengarahkan ke mana Indonesia harus berjalan. Teori ini akan memandang dari kacamata historis dan sosiologis. Tren utama zaman awal abad 19 adalah pendidikan. Karena semakin terdidik berdampak pada kenaikan status seseorang dan semakin tinggi pengaruhnya. Maka sirkulasi ruling elit di negeri ini diawali dari elit intelektual sebagai kunci sukses proses pendidikan hasil politik etis (politik balas budi) yang diterapkan Belanda. Lahirlah Soekarno, Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir dan tokoh lain. Proses pematangannya terjadi tahun 1900 an-1940 an. Ketika terjadi kemerdekaan Indonesia 17-8-1945 mereka menemukan momentum masa karya. Jadilah Soekarno dan Hatta ruling elit pertama yang memimpin Indonesia sebagai presiden dan wakil presiden. 

Pascakemerdekaan tren mainstrem zaman ialah mempertahankan kemerdekaan dari keinginan Belanda yang kembali menjajah Indonesia. Jakarta menjadi tidak aman karena serangan Belanda, maka Ibukota pun dipindahkan ke Yogyakarta. Anak-anak muda yang berdomisili di Yogyakarta seperti Soeharto dan generasinya memainkan peranan penting untuk menjaga kedaulatan NKRI. Terjadilah perekrutan besar-besaran pemuda-pemuda untuk berpartisipasi perang menyelematkan bangsa. Inilah proses pematangan mereka tahun 1940 an-1960 an. Muaranya ketika terjadi konflik politik tahun 1960 an dan orde lama tumbang. Soeharto dan pemuda militer lain menemukan kansnya berkarya menjadi ruling elit militer dengan menjabat presiden dan rezim orde baru yang dipenuhi keterlibatan TNI dalam politik praktis sebagai penyangga pemerintahan. 

Di dekade 1960 an terjadi lonjakan mahasiswa. Alfan Alfian dalam bukunya ”Menjadi Pemimpin Politik” mengungkapkan, untuk pertama kalinya anak muda dari lapis bangsa dapat mengenyam pendidikan tinggi. Bersamaan dengan itu, dunia gerakan mahasiswa mulai tumbuh dan menguat. Menjamurlah organisasi mahasiswa yang menjadi jalan perekrutan anak-anak muda di era itu. Kemudian marak pula lembaga kepemudaan yang menjadi saluran aktivis mahasiswa untuk meneruskan aktivismenya. Benar saja, setelah orde baru tumbang tahun 1998, keterampilan berorganisasi dan berpolitik membuat aktivis mahasiswa siap menyambut demokratisasi dan menemukan momentumnya sebagai katalisator pemercepat laju keinginan di medan karya selanjutnya, yakni parlemen. 

Bergantinya orde baru ke orde reformasi menyebabkan liberalisasi politik yang memungkinkan aktivis lintas profesi khususnya mantan aktivis mahasiswa masuk Senayan mendominasi kursi eksekutif dan legislatif di tingkat lokal sampai nasional. Kendati masih di level legislatif saja, kalangan aktivis dan organisatoris ini menjadi ruling elit menggantikan militer. Anies Baswedan memprediksikan masa karya ruling elit aktivis akan sampai tahun 2020 saja. Menjadi pertanyaan siapakah yang akan menggantikannya? Jika diperhatikan pengaruh pasar terhadap ragam aspek kehidupan sudah dirasakan. Bahkan sektor publik seperti layanan kesehatan dan pendidikan pun kini dikelola ala pasar. Lebih lanjut Alfan Alfian menjelaskan tren akan berlanjut pada perekrutan generasi muda untuk menjadi pelaku pasar (dunia bisnis). Karena the young gun sedang mengalami prosesi pematangan, ke depan ruling elit Indonesia agaknya masih tetap diisi tokoh-tokoh tua. 

Mengkorelasikan teori di muka, penulis memprediksikan tokoh-tokoh berlatar belakang ekonom atau bisnisman berpotensi menjadi ruling elit Indonesia 2014 nanti. Adapun proses pematangannya di mulai sekarang. Meskipun tampak malu-malu Aburizal Bakrie dapat dipastikan diusung aklamasi tanpa konvensi untuk dicalonkan sebagai RI 1. Terlihat pengusaha dan orang terkaya se asia tenggara ini hampir tak ada rival sebanding di tubuh partai Beringin. Selain itu, Hatta Rajasa potensial diusung PAN. Selain menduduki posisi strategis di kabinet dan di partainya, Hatta tergolong populis di tengah publik. Sri Mulyani juga digadang-gadang meramaikan kompetisi, apalagi sudah ada partai SRI yang mendaftar di KPU dan siap mendukung. Mantan Menko perekonomian ini merupakan sosok ekonom yang tegas. Menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia tidak menutup kemungkinan back up finansialnya akan kuat jika maju menjadi capres. Sementara Demokrat, yang masih bergantung pada figuritas SBY. Setelah tak dapat maju lagi, tidak menutup peluang mengajukan sang istri Ibu Ani Yudhoyono. Sikap ini dapat diambil lantaran cukup berhasilnya politik dinasti di skala daerah. Selain itu, beliau juga tokoh yang populer karena selalu mendampingi suami. 

Bersamaan dengan konsolidasi demokrasi yang berbasis pasar karena mahalnya biaya politik di Indonesia, para pelaku pasar akan semakin berkepentingan dengan dunia politik dan kebijakan (policy making). Oleh sebab itu, peran generasi muda berwirausaha di era kini bisa jadi akan menjadi mobilitas vertikal mereka di masa nanti untuk menjadi ruling elit baru di negeri ini. Kanal politik memang sempit, oleh sebab itu pemuda harus menemukan medan karya baru pascakampus sesuai kompetensi yang dimiliki. Dan akan semakin matang jika diawali kemandirian finansial sebelum terjun ke dunia politik nanti. Ini penting karena kemandirian akan memengaruhi mentalitas dan orientasi pengabdiannya di masa karyanya nanti agar tidak terjebak pada sisi pragmatis korupsi yang kini sudah membudaya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute

Tidak ada komentar: