Kamis, 01 Desember 2011

Peran Strategis Indonesia di ASEAN

Dimuat di Republika Yogya, Kamis, 1 Desember 2011 
Oleh: Vivit Nur Arista Putra


 ASEAN kini menjadi perhatian dunia karena dianggap organisasi yang solid dan prospektif untuk menjalin kerjasama ekonomi guna mengurai krisis yang mendera Amerika Serikat dan Uni Eropa. Selain itu, regional ini juga dijadikan ajang berebut pengaruh negara-negara mapan. Terbukti presiden AS, Barack Obama, secara khusus hadir untuk menjalin kemitraan ASEAN, dengan menawarkan agar negara Asia Tenggara bergabung dalam Trans Pacific Partnership atau Perdagangan Asia Pasifik. Alasannya ialah utang negeri paman Sam yang mencapai 15 Trilyun US Dollar (tertinggi sepanjang sejarah AS), membuatnya mencari pangsa pasar baru untuk mengekspor barangnya demi pengurangan beban utang. Tak terkecuali China dan Rusia sebagai negara yang tak terimbas krisis, juga hadir untuk turut menancapkan pengaruh ekonominya melalui CAFTA yang sudah terjalin setahun silam, dan menetralisir ASEAN dari penggunaan senjata nuklir yang menjadi isu sensitif global. Indonesia selaku ketua dan tuan rumah 19th ASEAN Summit 2011 memiliki peranan penting untuk mengelola dan mengatur teritorial ke depan. Khalayak menaruh asa, agar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang merumuskan Bali Concord III sebagai pilar penyatuan komunitas Asia Tenggara 2015. Melalui aspek politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang menjadi titik fokus garapan, tak hanya dinikmati kalangan elite pemimpin negara, tetapi juga terasa hingga masyarakat akar rumput sebagai objek komunitasnya. Pada titik ini, Indonesia dapat menjadi pengarah, penengah, dan parameter perkembangan ASEAN setidaknya tiga tahun ke depan sebagai transisi menuju ASEAN community in a global community of nation. Pertama, Indonesia harus memastikan stabilitas kawasan. Seperti meredam konflik perbatasan yang berujung perang antara Kamboja-Thailand, klaim sepihak pulau strategis penghasil migas di laut China selatan yang melibatkan Vietnam, Malaysia, dan China. Belum lagi perseteruan Indonesia dan Malaysia atas pulau terluar di sebelah barat Kalimantan. Riak-riak perkara di muka harus dipupus dengan jalan diplomasi arif, jika tak ingin membesar yang berefek mengganggunya hubungan kedua negara serta menghambat iklim investasi. Imbasnya, jika tak bijak ditangani dapat menunda terciptanya masyarakat ASEAN yang damai. Kedua, Indonesia dapat menjadi teladan pada konteks perkembangan ekonomi. Kiatnya ciptakan kesetaraan ekonomi antar negera dengan mengurangi ketergantungan ekspor barang sebagai pendapatan terbesar per kapita setiap tahunnya dengan cara mengembangkan pasar domestik. Termasuk pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah sebagai penggerak ekonomi nasional. Indonesia dapat menjadi contohnya, buktinya rentang waktu 2007-2011 pertumbuhan ekonomi selalu naik dan stabil. Negara seperti AS, Yunani, dan Italia yang didera krisis saat ini lantaran interdependensi yang tinggi terhadap ekspor produknya ke negara lain. Sehingga saat negara sasaran kolaps dan ekonominya rapuh, barang tersebut tak terdistribusikan dan akhirnya rugi. Kuncinya lainnya ialah perkuat stabilitas teritorial agar arus perdagangan dan jasa lancar serta inverstor tak ragu untuk menanamkan sahamnya. Ketiga, persoalan sosial budaya seperti pegakan HAM dan demokrasi, Indonesia dapat berperan besar dengan memberikan resep mengelola negara majemuk dan memberi contoh penuntasan perkara disintegrasi secara win-win solution. Di termin lain, isu proteksi buruh mingran dan penetapan hak paten hasil karya anak bangsa seperti angklung, gamelan, dan jenis sendra tari lainnya dapat digaungkan dan dikompromikan untuk meminimalisir kasus dengan negeri jiran. Terakhir, Indonesia perlu mengawal Myanmar agar prosesi transisi demokrasi di negerinya sukses dan siap memimpin ASEAN 2014 nanti. Vivit Nur Arista Putra Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Tidak ada komentar: