Selasa, 06 Desember 2011

Menanti Kiprah Ketua KPK

Dimuat di Jagongan, Harian Jogja, 5 Desember 2011 


Setelah melalui masa seleksi dan fit and proper test yang panjang, akhirnya komisi III DPR RI memilih Abraham Samad sebagai ketua baru KPK. Aktivis Anti Coruption Comitte (ACC) asal Makassar ini memperoleh 43 suara dari 56 anggota dewan. Hasil ini mengejutkan mengingat pada fase pengerucutan dari delapan calon yang disaring menjadi empat, sempat bersaing ketat dengan Bambang Widjajanto yang lebih populer. Selain itu, ketua PPATK, Yunus Husain justru tidak termasuk pimpinan kolektif kolegial KPK yang baru masa karya 2011-2015. Tokoh lain yang terpilih memimpin KPK ialah Zulkarnain (latar belakang jaksa), Adnan Pandu Praja (advokat), dan Busyro Muqqodas (akademisi dan pendiri Pusham UII). 


Kini publik akan menanti janji Abraham yang lantang akan mundur dengan sendirinya, jika masa satu tahun tak mampu tuntaskan kasus Century. Beberapa terobosan yang dijanjikan ialah akan merekrut penyidik independen berasal dari kampus atau kalangan profesional ketimbang dari kejaksaan atau kepolisian. Tentunya khalayak mengharapkan tanpa mengesampingkan kedua, karena sejatinya KPK ialah lembaga ad hoc yang dibuat ketika kepercayaan rakyat turun pada polisi dan jaksa khususnya dalam memberantas korupsi. Perlu diingat lembaga ad hoc dapat dibubarkan kapan saja jika dua otoritas hukum menunjukkan kinerja baik dengan banyaknya koruptor dijerat. Maka skala prioritas yang dicanangkan ketua KPK baru semoga tak diukur dari kasus yang diekspos media massa, sehingga jika KPK menanganinya akan menaikkan citra. Tetapi parameternya ialah pada skala kerugian negara atau fokus pada pemberantasan korupsi kelas kakap. Cukuplah penjahat kelas teri ditindak kepolisian dan jaksa. Ditermin lain yang menjadi titik perhatian ialah, KPK harus memperkuat sisi pencegahan terjadinya korupsi dengan kampanye aktif dan mengadvokasi rezim dengan menggandeng masyarakat sipil khususnya LSM yang fokus melawan kejahatan extraordinary ini. 

Karena selama ini KPK lebih banyak melakukan penyidikan, artinya ketika terjadi kasus korupsi barulah lembaga superbody ini bekerja. Langkah pencegahan ini dapat konkrit dilakukan dengan menerapkan pasal 19 nya dalam UU KPK untuk membuka perwakilannya di daerah. Tidak harus ada secara fisik gedung KPK, tetapi KPK dapat mengirimkan anggotanya untuk turut serta dalam pembahasan RAPBD atau rancangan UU lain di daerah. Kiat ini akan semakin memperteguh kehadiran KPK tak hanya di pusat pemerintahan tetapi juga di level daerah yang rawan korupsi. Semoga Abraham Samad dapat melakukannya. Berantas korupsi, harga mati. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Tidak ada komentar: