Selasa, 26 April 2011

Dalam Dekapan Ukhuwah Kita Berdakwah

Oleh: Vivit Nur Arista Putra

Kubaca Firman Persaudaaraan... 

Ketika kubaca firmanNya, “Sungguh setiap mukmin bersaudara” aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman Ya, kubaca lagi firmanNya, “sungguh tiap mukmin bersaudara” Aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil mungkin dua-duanya, mungkin kau saja tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping (Kubaca Firman Persaudaraan, Salim A. Fillah)

Puisi di muka, mengajarkan pada kita bahwa brotherhood atau persaudaraan (al ukhuwah) adalah dampak dari iman. Oleh sebab itulah, tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini dengan beragam suku dan bangsa agar mereka saling mengenal. Tetapi dengan catatan diakhir firmannya Q.S. Al Hujurat: 13 ditutup dengan perintah takwa. Artinya jalinan kekerabatan haruslah dibingkai dalam ikatan ketaatan pada perintah Allah dan Rasulnya. Aspek aqidah lebih mengikat ketimbang pertalian darah. Karena itulah setiap muslim mendapatkan garansi aman untuk nyawanya, hartanya, dan kehormatannya. Di termin lain, karena persamaan darah tetapi beda aqidah, baginda Nabi dilarang memohon ampunan untuk sang paman Abu Thalib, kendati telah melindungi aktivitas dakwahnya.

Secara fitrah seluruh manusia dilahirkan dalam keadaan muslim. Sebagaimana traktat yang kita kumandangkan dalam sesi dialog dengan Tuhan. “Bukankah aku ini Tuhanmu” kata Allah di Al a’raf: 172. “Ya, kami bersaksi akan itu.” Ujar umat manusia memegang janji. Maka tergantung takdir sosialnya ia dilahirkan dari rahim seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Menjadi kalimat tanya, kenapa pesan Nabi yang diriwayatkan Bukhari Muslim di muka tidak menyebut kata Islam. Sebab, pada dasarnya setiap insan telah memeluk Islam dan tergantung orang tuanya akan menjadikan anaknya untuk memilih memeluk trio agama di atas, atau Islam sebagai penyempurna ketiganya. 


Ihwal ini yang menjadi premis nalar, hukum menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Dengan ilmulah seseorang dapat menentukan keyakinan yang ahsan (Islam), beramal dengan panduan sunnah, berjama’ah agar menggapai berkah, berikhtiar agar tetap istiqamah, dan dalam dekapan ukhuwah kita berdakwah. Perspektif ilmu sosiologi menyebutkan, manusia adalah makhluk zoon polition yakni tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan orang lain. Mungkin karena alasan inilah Hawa diciptakan dari tulang sulbi untuk menemani Adam. Dan Allah mengarahkan agar mereka senantiasa menjadi abdullah dan khalifatullah di sepanjang tanah bumi membentang. Menjadi hamba Allah bertugas untuk beribadah sebagai konsekuensi logis atas wujud ketundukan kepada sang khalik yang Maha Tinggi. Manifestasinya melalui ritual shalat. Kaidahnya sholat berjama’ah lebih banyak pahalanya 27 kali lipat dibanding sendirian. Inilah indahnya persaudaraan, dengan kebersamaan kita menuai berkah langit bertubi-tubi. 

Hikmahnya kesalehan pribadi haruslah menular ke kesalehan sosial. Inilah orientasi wakil Allah di muka bumi (khalifatullah fil ardhi). Sebagai pemimpin bermisi memakmurkan bumi, ia tak bisa hidup sendiri, elitis, dan tak mau bersosialisasi. Berinteraksi, tegur sapa antarpribadi menjadi kemestian hakiki untuk merangkum tali silaturahmi. Kenikmatan ukhuwah, inilah mengapa Muhammad, si manusia suci berpesan rajutan benang silaturahmi berfaedah lewati zaman lintasi generasi. Memang manusia tak dilahirkan sendiri. Berjama’ah adalah anugrah untuk mempermudah kerja-kerja dakwah. Keunikan al akh berperan untuk tukar fikiran, menanggung kala bersimbah beban, dan bergiliran lantaran tabiat dakwah ialah istimror atau berkesinambungan. 

Dalam seruannya Allah menegaskan “Kalian adalah umat terbaik, yang dilahirkan kepada manusia. Mengajak pada yang ma’ruf mencegah pada yang mungkar serta beriman kepada Allah” (Q.S. Ali Imran: 110). Budayawan sekaligus kyai Kuntowijoyo menafsirkan. Sebutan umat terbaik bukanlah ujug-ujug disematkan kepada pengikut Muhammad. Melainkan penuh dengan prasyarat. Ketentuan barisan umat terbaik menjadi berlaku manakala meyuruh kepada kebajikan, menafikan dan menyisihkan budaya kejahiliahan, dan beriman kepada Allah sebagai landasan. Ayat ini menjadi dasar bagi umat Islam untuk berdakwah. Karena julukan umat terbaik tidak pernah menempel kepada kaum sebelum Muhammad. Dan karena dakwah adalah salah satu alasan kenapa kita hidup. Jika tiada dakwah, apalah arti menghela udara. Kemerosotan akhlak akan kentara dan kebodohan umat akan tiada tara. Sebab, jatuh bangunnya pribadi, etnis, bangsa, dan negara ialah karena akhlaknya. Karena perkara inilah kita dapat memahami, tujuan lelaki penutup Nabi diutus hanyalah untuk mereparasi akhlak. 

Adapun tafsir para ulama Imam An Nasa’i dalam kitab Sunan dan Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak meriwayatkan dari hadits Samak, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai penisbatan “kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia”. Ia berkata: “mereka itu adalah orang-orang yang berhijrah bersama Rasulullah dari Makkah menuju Madinah.” Rasionalisasinya latar diturunkannya surat ini di Madinah pascahijrah, sebagai pembeda antara kalangan mukminin dan kafirin. Pilihan kata “kalian” lantaran berbondong-bondong umat Islam menjadi peserta transmigran sebagai pertanda dimulainya cara dakwah baru di kota baru. Dari sirri (tertutup) berganti jahri (terang), dari serampangan (irtijal) menuju tersistematis (nizham), dari tauhid dan ibadah menjadi kompleks seputar syari’ah dan jihad membentuk negara. 

Isyarat Allah di At Taubah: 20 menunjukkan Iman, hijrah, dan jihad berkolaborasi guna meraih peruntungan mukmin sejati dan umat terbaik. Namun, semuanya akan terasa mudah jika dilakukan gerakkan massa persaudaraan (ukhuwah). Dengan kekompakan Rasulullah memenangi setiap perang, dengan persatuan Islam tegak menjulang, dan dengan persaudaraan adalah keindahan untuk beramal sholeh keseharian. Amin. Semoga Allah memudahkan. 

Vivit Nur Arista Putra
Penulis Buku "Pecandu Buku"

Tidak ada komentar: