Jumat, 05 Februari 2021

Firasat Sebelum Ibu Wafat

          

Ibu kami rindu
Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Setelah Ibu wafat divonis covid 19, malam ini Selasa, 19 Januari 2021 adalah kali pertama saya dari Jogja pulang ke rumah. Sampai rumah pukul 21.40, suasana tampak sepi. Ternyata Bapak sudah tidur dan adik saya sedang ada acara di luar. Saat saya memasukinya, sontak saya merasa ini bukan rumah saya. Tidak ada sosok Ibu yang menyambut saya, mencium kedua pipi saya, menanyakan kabar, bahkan menunggu saya sampai larut jika pulang malam. Saya menapaki lorong rumah dari depan hingga belakang, rasanya begitu berbeda. Sampai saya menyimpulkan, kenyamanan rumah ada pada kehadiran Ibu. Dia seperti menteri dalam negeri yang mengurus segala urusan dapur dan kebersihan, memastikan keluarga kenyang, hingga menanyakan setiap urusan anaknya. Benar kata orang, meski kita sudah dewasa, Ibu tetap menganggap kita seperti anak kecil yang tak luput dari perhatiannya. Itulah fitrah seorang Ibu.

Sabtu, 09 Januari 2021

Hasil Tes Swab yang Aneh dan Unik

Bapak sedang tes swab

Oleh: Vivit Nur Arista Putra

           

        Saat Ibu saya Siti Fathonah (61 tahun) tes swab pada Rabu, 23 Desember 2020 di RSJ Magelang. Perawat baru memberitahu saya hasilnya positif covid 19 pada Sabtu, 26 Desember 2020 bakda shalat maghrib. Ini terhitung lumayan cepat, dibanding rumah sakit lain yang bisa sampai 5-7 hari. Qadarullah wa masyaafa’ala Ibu saya wafat hari itu juga pukul 20.41 WIB. Hari Minggunya dengan penuh haru, tanpa dihadiri masyarakat desa layaknya upacara pemakaman umum, hanya kami sekeluarga yang menguburkannya.

Sabtu, 02 Januari 2021

Cerita Kami Merawat Ibu (Divonis Covid 19)

 

Ibu terkasih

Oleh: Vivit Nur Arista Putra

“Selamat hari Ibu ya Buk. Semoga sehat selalu. Mohon doakan kami selalu ya.”

 Demikian pesan yang saya kirimkan ke Ibu pada Selasa, 22 Desember 2020 bertepatan Hari Ibu. Lama tidak direspon, setelah saya cek ternyata WA aktif terakhir pada hari Sabtu. Sore harinya, Agung memberi tahu saya via WA. Bahwa Bapak beserta adik saya Widi, Beta, Agung, dan keponakan saya Naira (2 tahun) membawa Ibu ke Rumah Sakit Islam (RSI) Magelang. Seusai diperiksa di sana, malah dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Magelang. Saat dirawat di sana pada malam itu dilakukan rapid test dan hasilnya reaktif. Lalu Ibu dibawa ke ruang isolasi. Di sana berkumpul dengan pasien reaktif lainnya. Esok harinya Rabu, 23 Desember 2020 Ibu menjalani tes swab. Saya sempat khawatir karena Ibu punya komorbid (penyakit bawaan) diabetes. Selama di Jogja, saya selalu berkirim pesan via WA dan menelfon orang tua, mengingatkan agar Bapak dan Ibu makan tepat waktu dan istirahat yang cukup agar imunitas tubuh terjaga. Terdengar ditelfon suara Ibu batuk-batuk. Saya tak kuat.

Ibu saya adalah pensiunan PNS guru golongan IV B. Seharusnya dibawa ke ruang kelas I. Tetapi karena penuh, maka Ibu harus menunggu. Akhirnya pada Kamis, 24 Desember 2020 jam 12 malam Ibu dilarikan ke wisma Dewi Ratih nomor E1. Pada Jumat malam saya datang ke RSJ Magelang. Adik saya Agung sempat menunjukan lokasi kamar Ibu dari belakang. Kami melihat dari celah jendela, Ibu dan Bapak sudah terlelap di sana. Sebenarnya aturan rumah sakit, setiap pasien dengan hasil reaktif tidak boleh didampingi keluarga. Tetapi karena kondisi Ibu, Bapak memutuskan untuk tetap bersama. Itu pun dengan syarat tidak boleh keluar masuk kamar dan pasien tidak boleh dibesuk. Maka saya dan adik bergantian di ruang tunggu, jika sewaktu-waktu Bapak dan Ibu butuh sesuatu. Jika keluarga ingin mengirim apapun, harus melalui satpam yang jaga di depan wisma.