Rencananya presiden SBY pada Kamis, 14 Juli 2011 akan memberikan pembekalan capaja di Gedung Agung, Yogyakarta. Momentum kunjungan penguasa ialah saat tepat untuk mencipta ruang dialog jalanan antara rakyat dengan pemimpinnya. Adalah niscaya bagi gerakan mahasiswa untuk turut serta mengingatkan dan menyuarakan aspirasinya atas problematika yang melanda negeri ini. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) DIY sebagai salah satu elemen pemuda bertolak atas keprihatinan dan kegerahan permasalahan bangsa bermaksud mengumandangkan tuntutannya.
Parlemen jalanan yang akan dihelat, murni merupakan pernyataan sikap tegas KAMMI atas kunjungan SBY ke Yogyakarta.
Pertama, hentikan parade-parade kontradiksi dan segera perbaiki. Bulan ini telah banyak khalayak ramai disuguhi pelbagai hal yang bertolak belakang. Mulai pidato pak Beye di konferensi Buruh ke 100 di Jenewa, Swiss yang menjanjikan mekanisme proteksi buruh migran. Faktanya beberapa hari kemudian, masyarakat luas dibuat kecewa dengan dipancungnya seorang TKI, Ruyati binti Satibi oleh algojo Arab Saudi tanpa sepengetahuan KBRI. Artinya pemerintah telah gagal melindungi warga negaranya dan tidak melakukan upaya diplomasi tingkat tinggi. KAMMI menuntut agar pemerintah membuka akses tenaga kerja domestik agar tak perlu mengekspor TKI ke luar negeri. Sebab, moratorium akan menjadi bumerang jika tak disertai mapannya kesempatan kerja bagi warga.
Kedua, KAMMI meminta agar elit negeri memberikan keteladanan dan mengemban amanah serius dalam mengurus umat serta tak disibukkan mengurus internal partai. Tuntutan ini didasari, karena melihat maraknya kader partai pemerintah yang terjerat korupsi. Janji pak Beye berapa di garda depan membertas korupsi hanya pepesan kosong karena tak bisa mengurus rumah tangga partainya sendiri. Bagaimana seorang pemimpin dapat membasmi perkara perampokan uang, jika elitenya tidak memberikan contoh terbaik menjalankannya. Sungguh negeri ini dipenuhi ironi dan anomali politik tingkat tinggi.
Ketiga, segera tetapkan status keistimewaan Yogyakarta sebagai provinsi penegak NKRI dan istiqomah dengan ijab qabul maklumat 5 September 1945. Kontradiksi juga mengemuka ketika pihak keraton menemukan rekaman SBY dalam pilpres 2009, berjanji mendukung RUUK Yogyakarta tetapi faktanya kini prosesnya tak kunjung usai. Perlu diketahui dalam traktat tersebut keraton tidak menyerahkan kekuasaannya, tetapi tetap independen berkuasa dalam format desentralisasi asimetris dan mempertanggungjawabkannya dihadapan presiden RI. Besarnya jasa Sri Sultan HB IX dalam mengasuh bayi NKRI, tak seyogyanya dibalas air tuba seperti ini. Maka KAMMI mengajak elemen gerakan lain turun ke jalan mengelorakan tuntutan ini. Salam perubahan...
Vivit Nur Arista Putra
Aktivis KAMMI Daerah Sleman