![]() |
Ibu kami rindu |
Setelah Ibu wafat divonis covid 19, malam ini Selasa, 19 Januari
2021 adalah kali pertama saya dari Jogja pulang ke rumah. Sampai rumah pukul
21.40, suasana tampak sepi. Ternyata Bapak sudah tidur dan adik saya sedang ada
acara di luar. Saat saya memasukinya, sontak saya merasa ini bukan rumah saya.
Tidak ada sosok Ibu yang menyambut saya, mencium kedua pipi saya, menanyakan
kabar, bahkan menunggu saya sampai larut jika pulang malam. Saya menapaki
lorong rumah dari depan hingga belakang, rasanya begitu berbeda. Sampai saya
menyimpulkan, kenyamanan rumah ada pada kehadiran Ibu. Dia seperti menteri
dalam negeri yang mengurus segala urusan dapur dan kebersihan, memastikan keluarga
kenyang, hingga menanyakan setiap urusan anaknya. Benar kata orang, meski kita
sudah dewasa, Ibu tetap menganggap kita seperti anak kecil yang tak luput dari
perhatiannya. Itulah fitrah seorang Ibu.
Kini Ibu sudah tiada, suasana menjadi hampa.
Suara omelan kalau Agung bangun siang, menanyakan kapan saya menikah, membandingkan
Catur dengan anak tetangga, hingga video call dengan Beta dan Naira cucunya,
semuanya mendadak senyap. Sunyi dan Sepi. Seakan baru kemarin sore kami
bercengkrama, saya pamit pada Ibu dan minta doa mau ke Jogja. Ternyata kami
sekarang yang rutin mengirim doa. Allahumma firlaha warhamha waafihi wakfuanha.
Biasanya 1 atau 2 minggu sekali Ibu berkirim WA,
“Mas, tidak pulang?”
Selalu saya menjawab, “Insyaallah besok jika mau
pulang saya kabari ya Buk.” Dan jika mau mudik saya mengirim pesan,
“Insyaallah saya sore ini pulang Buk. Mohon
doanya ya. Semoga Allah berikan kemudahan dalam perjalanan dan keselamatan
sampai tujuan ya.” Sejurus kemudian masuklah sebuah balasan, “Nggih Mase,
hati-hati di jalan.” Adapun Bapak jika meminta saya pulang, lebih suka mengabari
sesuatu yang penting seperti adanya tahlilan kakek, kematian saudara, atau
nikahan kerabat. Cara mengekspresikan kasih sayang dan perhatian antara Bapak
dan Ibu kepada anak sangatlah berbeda. Tentu para pembaca mengalaminya.
![]() |
Makam Ibu di hari ke 41 |
Dua tahun terakhir sebelum kabar duka tiba.
Entah kenapa ada dorongan dalam diri saya untuk mempelajari fikih perawatan
jenazah. Sebuah materi pelajaran yang kita peroleh saat SMP dan SMA dalam versi
ringkas. Saya memang mengajar fikih di pesantren, tetapi sebatas fikih thaharah,
ibadah, dan dakwah. Tak tahu kenapa, ada panggilan hati untuk menekuni tema
pengurusan jenazah. Belum tuntas saya mengkajinya, Mbah Kakung dan Ibu
meninggal dunia di bulan Desember 2020.
Firasat berikutnya, seusai merampungkan studi S2
di UGM pada Oktober 2017. Keinginan melanjutkan kuliah S3 dan cita-cita menjadi
dosen di kampus luar Jogja mendadak sirna. Padahal ada beberapa lowongan dosen
di Jawa Barat, Jawa Timur, dan luar Jawa. Tetapi saya hanya ingin mendaftar di
perguruan tinggi Jawa Tengah dan Jogja. Karena saya tidak mau jauh-jauh dengan
orang tua. Saya ingin birrul walidain, berbakti pada orang tua. Demikian isi
hati saya. Sebuah perasaan yang timbul begitu kuat. Seakan-akan perasaan itu
menuntun saya, bahwa umur Ibu tidak lama.
Saat saya asyik menempuh S1 dan S2, saya
termasuk mahasiswa yang jarang pulang. Beberapa bulan sekali baru pulang.
Bahkan pernah 8 bulan saya tidak pulang. Karena kesibukan menjadi mahasiswa,
aktivis mahasiswa, dan mengurus pesantren. Tetapi setelah wisuda S2, rata-rata
saya pulang ke rumah dua minggu sekali. Apalagi setelah Ibu terkena diabetes,
hasrat selalu bersama orang tua begitu mengemuka. Saya tidak tahu, apakah
seiring bertambahnya usia, bertambah pula keinginan dekat dengan orang tua.
Mungkin pembaca pernah merasakannya. Saya jadi teringat pesan Nabi, “Takutlah
pada firasat seorang mukmin. Sebab ia bisa melihat (peristiwa yang belum
terjadi) dengan cahaya Allah” (H.R. Tirmidzi). Firasat itu, kita baru menyadari
kebenarannya setelah peristiwa itu terjadi. Firasat adalah prolog cerita,
sebelum cerita utama tiba. Semoga kita termasuk pribadi yang peka dengan
firasat, sehingga mampu membaca cerita utama sebaik-baiknya.
Vivit
Nur Arista Putra
Penulis
Buku “Pecandu Buku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar