Peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Keputon, Solo, Jawa Tengah, Ahad (25/9) sekitar jam 10.53 dengan memakan 1 tewas dan 27 korban mengundang keprihatinan masyarakat. Melihat objek sasaran adalah tempat ibadah, dapat diduga tujuan pelaku ialah ingin memunculkan sikap saling curiga agar kerukunan antar umat beragama yang kini nyaman terjalin pecah. Hipotesa polisi mengatakan, pelaku ada keterkaitan kasus Cirebon karena lokasi pilahan bomber memiliki kesamaan. Hanya saja siapa tokoh yang dijadikan target di Solo tidak spesifik.
Penulis berargumen motif pelaku ada kemungkinan salah menafsirkan makna jihad dalam aksinya. Jihad berasal dari kata jahada yang berarti bersunggung-sungguh. Sikap kesungguhan tentu disesuaikan dengan kontekstualisasinya dan tidak menimbulkan mudharat yang lebih besar, yaitu bunuh diri. Ihwal ini dicontohkan oleh baginda Nabi. Ketika selesai perang Badar Rasulullah bertutur setelah ini kamu akan menghadapi jihad yang lebih besar, yakni melawan hawa nafsu. Atau di sisi lain Muhammad pernah menyamakan keseriusan orang menuntut ilmu dengan jihad fii sabilillah. Sedangkan jihad qital (perang) dilakukan ketika sudah ada perjanjian dengan musuh untuk mengadakan peperangan. Dan dalam sejarah Islam, Nabi melarang kaum muslimin untuk membunuh wanita, anak-anak, pendeta, dan merusak rumah ibadah agama lain.
Merujuk teladan terbaik umat ini, apa yang dilakukan Bayat di Solo bukanlah merupakan perjuangan jihad. Karena melanggar apa yang diajarkan Rasulullah yakni membuat keonaran di suatu tempat yang tidak selayaknya di kotori. Penulis juga menyesalkan sikap antisipatif dari kepolisian meskipun sudah mendapatkan informasi dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Penulis menghimbau agar umat tidak tersulut kobaran api provokasi yang sengaja dibuat untuk menguji kesabaran kita dalam menjalin kehidupan lintas agama. Sembari bersikap edukatif dengan memberikan pencerahan kepada generasi muda khususnya yang wawasan agamanya minim, agar tidak mudah terpengaruh doktrin parsial yang mengajak kepada kemulian berbingkai penyesatan dengan legitimasi agama.
Terorisme tidak bisa dikaitkan dengan agama, karena yang bermasalah bukan agama. Tetapi umat yang kurang tepat memahami doktrin agama, tidak kontekstual, dan bernuansa kekerasan. Sebab itu, yang perlu mendapat perhatian seksama adalah kualitas pemahaman umat terhadap agama.
Vivit Nur Arista Putra
Aktivis
Santri PP Takwinul Muballighin