Senin, 10 Oktober 2011

Meluruskan Makna Jihad

Dimuat di Jagongan Harian Jogja, 28 September 2011 

Peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Keputon, Solo, Jawa Tengah, Ahad (25/9) sekitar jam 10.53 dengan memakan 1 tewas dan 27 korban mengundang keprihatinan masyarakat. Melihat objek sasaran adalah tempat ibadah, dapat diduga tujuan pelaku ialah ingin memunculkan sikap saling curiga agar kerukunan antar umat beragama yang kini nyaman terjalin pecah. Hipotesa polisi mengatakan, pelaku ada keterkaitan kasus Cirebon karena lokasi pilahan bomber memiliki kesamaan. Hanya saja siapa tokoh yang dijadikan target di Solo tidak spesifik. 

Rumah Pensil Publisher

Penulis berargumen motif pelaku ada kemungkinan salah menafsirkan makna jihad dalam aksinya. Jihad berasal dari kata jahada yang berarti bersunggung-sungguh. Sikap kesungguhan tentu disesuaikan dengan kontekstualisasinya dan tidak menimbulkan mudharat yang lebih besar, yaitu bunuh diri. Ihwal ini dicontohkan oleh baginda Nabi. Ketika selesai perang Badar Rasulullah bertutur setelah ini kamu akan menghadapi jihad yang lebih besar, yakni melawan hawa nafsu. Atau di sisi lain Muhammad pernah menyamakan keseriusan orang menuntut ilmu dengan jihad fii sabilillah. Sedangkan jihad qital (perang) dilakukan ketika sudah ada perjanjian dengan musuh untuk mengadakan peperangan. Dan dalam sejarah Islam, Nabi melarang kaum muslimin untuk membunuh wanita, anak-anak, pendeta, dan merusak rumah ibadah agama lain. 

Merujuk teladan terbaik umat ini, apa yang dilakukan Bayat di Solo bukanlah merupakan perjuangan jihad. Karena melanggar apa yang diajarkan Rasulullah yakni membuat keonaran di suatu tempat yang tidak selayaknya di kotori. Penulis juga menyesalkan sikap antisipatif dari kepolisian meskipun sudah mendapatkan informasi dari Badan Intelijen Negara (BIN). Penulis menghimbau agar umat tidak tersulut kobaran api provokasi yang sengaja dibuat untuk menguji kesabaran kita dalam menjalin kehidupan lintas agama. Sembari bersikap edukatif dengan memberikan pencerahan kepada generasi muda khususnya yang wawasan agamanya minim, agar tidak mudah terpengaruh doktrin parsial yang mengajak kepada kemulian berbingkai penyesatan dengan legitimasi agama. Terorisme tidak bisa dikaitkan dengan agama, karena yang bermasalah bukan agama. Tetapi umat yang kurang tepat memahami doktrin agama, tidak kontekstual, dan bernuansa kekerasan. Sebab itu, yang perlu mendapat perhatian seksama adalah kualitas pemahaman umat terhadap agama. 

Vivit Nur Arista Putra Aktivis 
Santri PP Takwinul Muballighin

Tafsir Ulang Makna Idulfitri

Dimuat di Lampung Post, 21 September 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra

Idul fitri telah kita lalui, tapi ada beberapa hal yang perlu dikoreksi mengenai makna Idul fitri. Kebanyakan orang menafsirkan kata ied: kembali dan fitri: fitrah atau suci. Sehingga Idul fitri disimpulkan kembali suci dengan jalan bermaafan. Selintas tidak ada yang salah. Padahal, interpretasinya tidak demikian. Ied memang berarti kembali, sedangkan fitri berasal dari kata afthara, yafthiru bermakna makan. Jadi, Idulfitri lebih tepatnya bermaksud kembali makan. Karena makan ialah pertanda puasa Ramadan telah usai dan merupakan wujud rasa syukur karena manusia telah melaksanakan kewajiban puasa selama sebulan penuh. Ihwal ini sesuai sabda Nabi yang diiriwayatkan Abu Ubaid, "Hari Raya Fitri adalah hari berbuka puasa kalian dan Hari Raya Adha kalian makan daging yang kalian sembelih di hari itu." (H.R. Ibnu Majah). Inilah mengapa disunahkan makan sebelum berangkat salat Idulfitri. Adapun Iduladha makannya setelah salat. Mengenai sebab musabab dianjurkannya perayaan dua hari raya di muka, karena kala itu di Madinah masih merayakan hari naylus (kelahiran kembali tuhan terang) dan mukhrojan, warisan tradisi Persia. Maka Nabi berpesan, sebagaimana diabadikan Imam Ahmad, Allah telah mengganti hari yang lebih baik untuk kalian, yakni Idul fitri dan Idul adha. 

Rumah Pensil Publisher

Mengenai bermaafan, sebenarnya dalam Alquran, Allah tidak menyuruh meminta maaf tetapi memaafkan. Menurut ulama hal ini lebih indah dan bijaksana.Tetapi jika kita bermaafan juga tidak mengapa karena aktivitas itu bukan merupakan tindakan tercela. Sunah Rasulnya, kita diminta melantunkan taqaballahu minna wa minkum syiyamana wa syiyamakum (semoga Allah memberkahi kami dan kalian serta puasa kami dan kalian). Jawabannya ialah minna wa minkum taqabal yaa karim dari kami dan kalian terimalah amalan wahai zat yang Mahamulia). Sebenarnya ucapan di muka adalah isi khutbah Nabi Muhammad SAW. Namun setelah usai sholat, sahabar menirunya. Dan Rasulullah pun mentaqrir atau mensetujuinya dan menjadi sunah hasanah hingga kini. 

Sedangkan mudik (pulang kampung) atau belanja baju baru bukanlah amalan yang direkomendasikan. Justru di sepuluh hari terakhir, baginda Nabi meminta kita untuk beriktikaf di masjid. Hari-hari terakhir Ramadan justru merupakan ujian konsistensi puasa kita. Apakah kita bisa istikamah atau takluk di tengah jalan. Bukan dihiasi budaya hedonis ber-shopping ria atau mudik yang berpotensi membatalkan puasa karena jauhnya perjalanan. Terakhir yang sering menjadi polemik ialah penentuan hilal atau munculnya bulan karena berbeda metode rukyat (melihat) dan hisab (menghitung ala astronomi). Perbedaan ini adalah rahmat dan jangan disikapi berlebihan. Meskipun demikian, kita berharap ke depan umat Islam Indonesia dapat tetap kompak, termasuk dalam penentuan 1 Syawal. Aamiin.

Vivit Nur Arista Putra 
Santri Takwinul Muballighin

Selasa, 06 September 2011

Usut Tuntas ‘Nazaruddin Gate’

Dimuat di Lampung Post, Sabtu, 03 September 2011 

”Kicauan” Nazaruddin agaknya berbuntut efek domino, tak hanya di tubuh partai penguasa, tetapi juga menjalar ke lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini menyusul tudingan Nazaruddin bahwa dua pimpinan KPK dituding pernah bertemu dengan salah satu pimpinan partai penguasa diduga untuk barter atau melakukan deal perkara yang ditangani KPK. Nazar pun sempat mengaku menjadi tumbal atas dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan pembangunan Stadion Hambalang di Jawa Barat yang menyeret nama pimpinan partai penguasa tersebut. Pengungkapan kasus hanya berhenti pada salah satu tokoh, tanpa menjerat aktor intelektual. Sebagai imbalnya, pimpinan KPK tersebut akan didorong untuk dipertahankan. 

Rumah Pensil Publisher

Integritas KPK menjadi taruhan jika tak bertindak tegas mengusut dugaan keterlibatan suap pimpinan dan anggotanya. Pasalnya, meskipun lembaga penjerat koruptor ini bersifat ad hoc, memperoleh ekspektasi tinggi di tengah masyarakat untuk memberantas korupsi. Maka, akan menjadi ironi jika secara internal KPK terdeteksi korupsi dan tak ada terobosan hukum cepat untuk mengungkapnya. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan KPK untuk membersihkan problem internal dan menyiapkan transisi kepemimpinannya dengan baik. Pertama, segera bentuk tim independen (bukan tim internal) yang berisikan tokoh masyarakat dan bersama tokoh KPK lainnya untuk mengurai keterlibatan dugaan suap anggotanya. Kedua, KPK harus secepatnya melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap orang-orang yang disebut Nazaruddin, yang menyeret tokoh partai penguasa. Sebab, menurut kaidah hukum, penyelidikan adalah mencari informasi benar tidaknya sebagaimana yang mengemuka selama ini. 

Tetapi, kenapa ketika berhadapan dengan penguasa KPK tampak tumpul? Jangan sampai menimbulkan kesan khalayak diskriminasi hukum dengan bersikap keras/tajam ketika berhadapan dengan wong cilik dan takhluk ketika mengungkap perkara yang menyeret penguasa. Ketiga, panitia seleksi pimpinan KPK perlu selektif dalam memilih calon-calon pimpinan KPK. Buang tokoh yang mempunyai rekam jejak hitam, apalagi dari pesanan peguasa. Rakyat tidak rela jika KPK menjadi antek penguasa. Untuk memperlancar proses penyelidikan agaknya pansel perlu mengeliminasi orang-orang yang disebut Nazar untuk menjalani proses hukum secara fokus. KPK harus berani, transparan, dan akuntabel di tengah krisis kepercayaan publik kepada penegak hukum di negeri ini. Lawan korupsi, berantas sampai mati... 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Senin, 15 Agustus 2011

Kepak Burung Nazar (udin)

Dimuat di Harian Suara Karya, Jumat, 12 Agustus 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Kasus Nazaruddin yang mendera internal Partai Demokrat merupakan yang terbesar dialami partai besar berkuasa dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Apalagi, setali tiga uang, kasus itu merembet begitu cepat ke lain perkara, seperti isu pecah kongsi elite partai, dan terseretnya nama-nama tokoh lain yang diduga terlibat kasus korupsi. Mengritisi kasus tersebut, saya berpendapat bahwa elite politik Indonesia tidak memberikan keteladanan yang baik kepada rakyat. Kasus korupsi yang menimpa beberapa kader Demokrat sangat kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi yang dikumandangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga pembina partai berlambang bintang mercy itu. Bagaimana publik dapat percaya terhadap janji partai pemerintah dalam memberangus praktik korupsi sebagai extra ordinary crime jika kader-kadernya diduga terlibat kasus merugikan uang negara? Ini tampaknya menjadi pertanda bahwa anomali kehidupan bangsa kian merata, setelah hukum tanpa nurani yang memenjarakan Prita dan rakyat yang semakin kisruh main hakim sendiri karena stres tak mampu memecahkan persoalan hidup. 

Rumah Pensil Publisher

Kepak burung Nazar (udin) yang membuat Presiden SBY 'turun gunung' menyelesaikan masalah internal partai adalah sinyal oligarki partai yang masih menggejala. Yakni, kewenangan partai yang hanya disetir beberapa orang saja. Layaknya di era Orde Baru manakala Golkar mengendalikan eksekutif dan legislatif melalui tangan Presiden Soeharto. Figuritas memang penting, tetapi tidak selamanya suatu partai terus menggantungkannya. Dugaan saya, Demokrat akan terkena dampaknya di kontestasi pemilu 2014 kala SBY secara konstitusi tak diizinkan maju lagi. Imbasnya konvensi terbuka pun bakal digelar. 

Jika tak ada kader internal yang kuat, tidak menutup kemungkinan tokoh sipil lainnya siap tampil. Termasuk, adik Ibu Ani Yudhoyono, yaitu Pramono Edhi Baskoro yang baru saja dilantik menjadi KSAD yang konon digadang-gadang dipersiapkan menuju RI-1. Digelarnya konferensi pers berisi pidato Presiden SBY, baru-baru ini untuk merespon huru-hara politik karena kasus Nazaruddin mencerminkan buruknya manajemen konflik partai. Sebagaimana diutarakan La Ode Ida (Ketua DPD), kesibukan SBY mengurus internal partai adalah konsekuensi logis yang harus ditanggung tokoh publik yang merangkap jabatan. Dhus, sudah selayaknya waktu, pikiran, dan tenaga Presiden SBY tercurah semata untuk mengurus rakyat. Semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar pandai mengatur skala prioritas publik dan privat. Wallahua'lam. 

Vivit Nur Arista Putra 
 Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Sabtu, 30 Juli 2011

Mukernas KAMMI

Dimuat di Citizen Jurnalis Tribun Jogja, Jum'at, 29 Juli 2011 

Menyongosong kepengurusan baru di bawah kepemimpinan Muhammad Ilyas, Lc. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) untuk menentukan arah gerak organisasi ke depan. Bertempat di Bandung, Jawa Barat, 18-22 Juli 2011. Arahan kerja KAMMI periode 2011-2013 dibagi menjadi tiga. Pertama, secara internal akan memperkuat leadership and organizational building. Meliputi meningkatkan kapasitas kader dalam pemahaman dan amal dalam menghadapi persoalan kebangsaan serta melaksanakan peran perbaikan terhadap negara. Rasa optimisme menyeruak lantaran KAMMI memiliki 50.000 lebih kader yang siap berkontribusi demi kemaslahatan Indonesia. 


Kedua, secara eksternal yaitu membangun peran ke-Indonesiaan dengan mendorong penegakan supremasi hukum dengan upaya penyelesaian korupsi yang tanpa pandang bulu dan mendorong terciptanya kepemimpinan bangsa yang berintegritas, bersih, dan berdaulat. Sikap ini diambil karena dilatari masih menyusunya dan masih memiliki ketergantungan yang tinggi kepada bangsa asing. Ditambah maraknya kasus penilapan uang negara oleh elit negeri yang tidak memberikan contoh yang baik pada masyarakat. Krisis keteladanan inilah berdampak rasa frustasi sosial yang menggejala bahkan membuncah dengan penuh harap agar pemimpin negeri ini segera turun tahta dan menyerahkan kepada ahlinya. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berikrar dalam kampanyenya akan berapa di garda depan pemberantasan korupsi, justru kontradiktif di lapangan. Banyak kader partai penguasa yang terjerat kejahatan extra ordinary ini seperti Sarjan Taher, Agusrin Najmudin, Yusak Waluyo, Amrun Daulay hingga Nazaruddin bendahara mantan partai Demokrat yang kini menyeret nama Anas. Ibarat sapu lidi yang digunakan untuk membersihkan lingkungan tetapi ujung sapunya terkena tahi, apakah pekarangan menjadi bersih. Tidak justru tambah kotor. Begitulah perumpamaan pemerintahan SBY-Boediono saat ini. Bagaimana mungkin partai penguasa dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat jika partai berjargon katakan tidak pada korupsi ini malah mengajari korupsi. Inilah negeri penuh ironi. 

Berpijak persoalan di muka, KAMMI selaku elemen pemuda Indonesia mencetusan kebijakan. (1) Mendorong pelaksanaan pemerintahan yang bersih, adil, dan mandiri. KAMMI akan terlibat aktif dalam mengawal terciptanya kepemimpinan nasional dan daerah yang progressif dan pro rakyat. (2) KAMMI akan terlibatnya dalam pembahasan APBN dan APBD. Dengan harapan adanya efektifitas dan efisiensi penggunaan dan penyusunan APBN/APBD. Sebab, sesuai laporan Kemendagri banyak sekali pemerintah daerah yang mengalokasikan APBD 60 persen lebih untuk anggaran rutin atau gaji pegawai. Sehingga hal ini membutuhkan kesiapan dan kemampuan kader KAMMI dalam mengakses, membaca, dan mengritisi APBN dan APBD. Terlibat dalam program legislasi di tingkat nasional dan daerah. (3) Mengawal kasus Besar yang menjadi perhatian masyarakat, seperti BLBI, dan menolak lupa Century-Gate. 6,7 Trilyun uang negara yang dikuras dengan dalih menyelamatkan sebuah bank swasta agar tak berimbas sistemik hingga ini tak tahu menahu ujung. 

Maka KAMMI menuntut para penegak hukum maupun panitia khusus yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segera mengusut biang keladinya. Itu semuanya karena KAMMI bukan hanya lahir dari gerakan dakwah kampus tahun 80 an melalui momentum reformasi. Tetapi KAMMI juga merupakan mata rantai gerakan pemuda Islam, gerakan pemuda Indonesia yang memiliki kepedulian yang tinggi untuk memecahkan problem negeri. Terakhir KAMMI juga menaruh perhatian kepada persoalan internal KPK dan menuntut agar KPK membentuk tim independen (bukan tim internal) untuk mengusut tudingan Nazaruddin yang mengarah pada Chandra Hamzah dan Ade Raharja. Sikap ini perlu segera dilakukan untuk menjadi integritas KPK dan kepercayaan publik Indonesia.

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Meretas Anggaran untuk Rakyat

Dimuat di Suara Karya, Senin, 25 Juli 2011

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang berlebihnya belanja pegawai pemerintah daerah (pemda) mengundang keprihatinan publik. Sebanyak 124 pemda, anggaran pegawainya di atas 60% dan belanja modalnya hanya 1-15%. Angka tertinggi dicapai Kabupaten Lumajang yang untuk mengupah para pegawai negeri sipil (PNS) harus mengeluarkan 83% dari APBD. 

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati pernah menyampaikan bahwa dana dari APBN yang dikirim ke daerah berjumlah Rp 393 triliun. Lebih lanjut LSM Fitra menyebutkan sejak 2007, jatah uang untuk gaji pegawai daerah mencapai 44% dari APBD dan tahun 2010 meningkat menjadi 55%. Sementara belanja modal turun drastis dari 24% di tahun 2007 menjadi 15% di tahun 2010. Ini artinya porsi dana untuk program pembangunan dan pelayanan masyarakat sangat minim. Tak heran jika banyak daerah berada dalam kondisi stagnan dan tidak mengalami kemajuan signifikan, seperti Pati, Ponorogo, Pacitan, Gunung Kidul dan lain-lain. Imbasnya, lapangan kerja pun tidak tercipta dan masyarakat memutuskan mencari kerja di luar tempat lahirnya dengan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau terlibat urbanisasi dengan menjadi buruh serabutan yang semakin menambah sesak kawasan Ibu kota.  

Rumah Pensil Publisher

Di termin lain, pemerintah merencanakan kenaikan gaji sebesar 10% bagi PNS, tahun depan. Rasionalisasi yang dipakai ialah untuk menyejahterakan kalangan aparatur negara. Benarkah demikian? Bukankah ini merupakan kebijakan yang kontradiktif dengan pernyataan Menteri Keuangan Agus Martodiharjo yang mengeluhkan membengkaknya beban gaji PNS yang harus ditanggung negara dan membebani APBN, sehingga mewacanakan moratorium PNS dan pensiun dini. Jika dasarnya APBN naik 10% setiap tahun maka tak menjadi soal dengan kenaikan gaji. Tetapi, bukankah APBN kita terserap 35% setiap tahunnya untuk melunasi utang Indonesia yang hingga April 2011 tercatat Rp 1.600 triliun lebih? Alhasil, reformasi birokrasi yang menjadi amanat reformasi sejak 1998 hingga kini, mencuatkan kesan publik hanya sebatas remunerasi tanpa ada optimalisasi fungsi. Tak percuma jika penambahan gaji berkorelasi dengan semakin meningkatnya kontribusi, profesionalitas, dan pelayanan. Faktanya di lapangan, masyarakat ketika mengurus surat izin atau mengadukan suatu permasalahan, masih direspon dengan cara lama dan berbelit-belit. Hal ini sangat bertolak belakang dengan konsepsi desentralisasi dan otonomi daerah yang orientasinya mendekatkan penyelenggara negara dengan masyarakat agar mudah dan cepat untuk mengurusnya. 

Oleh sebab itu, penulis sepakat dengan upaya Menteri Dalam Negeri yang hendak menata ulang anggaran dalam UU No. 32/ 2004 tentang pemerintah daerah. Jika diratifikasi UU ini akan berimbas pada UU No. 33/ 2004 tentang perimbangan keuangan daerah. Dengan demikian akan tercipta pengaturan batasan belanja pegawai dan belanja modal, sehingga pemda tak dapat seenaknya menggaji pegawainya dan jatah dana untuk modal pembangunan dan kesejahteraan rakyat lebih besar. Ke depan pemerintah harus memperbaiki pola rekrutmen PNS dengan mempertimbangkan dua aspek. Pertama, mempertimbangkan faktor demografi atau jumlah penduduk yang dilayani. Sebab, penambahan pekerja pemerintahan tak bisa asal-asalan. Obesitas pegawai malah menimbulkan rendahnya kinerja lantaran terjadi overlaping (tumpang tindih) pengurus. Tahun ini saja Pemda Sleman, misalnya, menerima 1.250 CPNS. Rasional dan tidaklah khalayak dapat mengkritisi dengan mengkomparasikan berapa nominal masyarakat yang ada. Kedua, memperhatian kemampuan fiskal daerah. Jangan sampai anggaran rutin pegawai lebih besar ketimbang anggaran pembangunan. Karena, pajak dari masyarakat yang digunakan untuk gaji mereka akan terasa percuma dan pembangunan daerah pun akan tertunda. Maka menggagas politik anggaran pro kemakmuran rakyat menjadi niscaya. Untuk menanggulanginya penulis sependapat dengan gagasan pemberhentian rekrutmen PNS dan merealisasikan pensiun dini. Sisi positifnya tentu akan mengurangi beban APBN dan APBD. Anggarannya dapat dialokasikan untuk pembangunan daerah atau memperbaiki pelayanan kesehatan serta meningkatkan operasional pendidikan. Sehingga, jenjang SD dan SMP dapat terbebas dari pungutan pembayaran sebagaimana konstitusi amanatkan. Kiat ini sangat mendukung wajib belajar 9 tahun yang di-gadang-gadang pemerintah dan menyongsong wajib belajar 12 tahun. Di sisi lain, anggaran tersebut dapat digunakan pemeritah pusat untuk memperbesar anggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa bunga bagi unit-unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). 

Selain itu, anggaran tersebut juga untuk memutar roda ekonomi masyarakat akar rumput sekaligus membuka peluang terserapnya tenaga kerja dan mengurangi pengangguran yang kini tercatat 8,39 juta. Apalagi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah juga telah menghapus Pajak Penghasilan (PPh) selama 5-8 tahun ke depan, dengan kepemilikan aset 2,5 miliar dan total omzet 8 milyar. Kebijakan ini tentunya amat mendukung UMKM bergeliat dan siap bersaing tanpa beban pajak di samping. Para mahasiswa juga dapat memanfaatkan hal ini dengan membuka usaha agar orietasi kuliah tak sekadar mencari kerja tetapi juga dapat membuka lapangan kerja. Semoga kita semua dapat mewujudkannya. Amin. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute UNY.

Pendidikan Berkarakter Profetik

Dimuat di Gagasan, Suara Merdeka, 18 Juli 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Dewasa ini ramai diperbincangkan penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Khalayak tentu menanti janji Menteri Pendidikan Nasional untuk mulai memberlakukan mata pelajaran pendidikan karakter dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi di tahun ajaran 2011 ini. Awal mula ide pendidikan karakter ini didasari kritik sosial atas proses pendidikan nasional yang lebih dominan mengasah ranah kognitif peserta didik, sedangkan sisi afektif dan psikomotorik tidak mendapatkan jatah seimbang. Tak dapat dimungkiri sistem evaluasi Ujian Nasional (UN) memaksa anak untuk lebih banyak memberdayakan aspek nalar dalam proses belajarnya. Apalagi hanya tiga mata pelajaran inti yang berpengaruh kuat mengatrol nilai kelulusan membuat anak berfikir pragmatis. Berorientasi hasil (pokoknya lulus) tanpa menghargai proses. 

Ihwal ini akan membuat materi pelajaran lain terabaikan, termasuk segi sikap dan nilai serta keterampilan. Kongkalikong dalam UN antarguru dan murid atau sesama pelajar pun jamak ditemui demi mewujudkan satu kata, lulus. Inilah salah satu akar penyebab terjadinya demoralisasi dalam dunia edukasi. Di termin lain, Muhammad Nuh malah menyebut terjadi gap atau kesenjangan antara keilmuan yang dimiliki dengan sikap keseharian. Sebagai contoh, hakim yang seharusnya mengadili malah diadili, pendidik yang seharusnya mendidik malah dididik, pemimpin yang selayaknya melayani malah minta dilayani. Oleh sebab itu, penerapan pendidikan karakter amat mendesak untuk diberlakukan. Karakter yang dijadikan rujukan tentunya ialah karakter kenabian (prophet). Pendidikan berkarakter profetik menjadikan kesadaran berke-Tuhan-an sebagai basis dalam proses pembelajaran dan pembentukan karakter siswa. Hal ini dilakukan karena seluruh kendali pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang dilakukan oleh sistem keyakinan (believe system). 

Rumah Pensil Publisher

Selain itu, proses pendidikan juga berusaha untuk mengembangkan kesadaran akan adanya pengawasan-Nya dalam setiap ucapan dan perilaku. Inilah alasan pertama dari pilihan menjadikan nilai profetik sebagai arahan nilai dalam pendidikan profetik. Tetapi bukankah pendidikan profetik lebih terfokus pada aspek kognitif juga? Ya jelas, karena memang akal merupakan anugerah terbaik sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lain. Hanya saja kultur lingkungan sekolah dan kampuslah yang nanti akan turut serta membantu keberhasilan proses pembentukan karakter. Sebab itu, partisipasi aktif seluruh insan pendidikan mulai kepala sekolah, pendidik, hingga karyawan untuk mewujudkannya, karena kesuksesan ini akan dipengaruhi faktor keteladanan orang-orang terdekat mitra didik. Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan pada proses internalisasi pendidikan karakter di kelas, yaitu memberikan metode belajar partisipasi aktif siswa untuk meningkatkan motivasi siswa, menciptakan iklim belajar kondusif agar siswa dapat belajar efektif dalam suasana yang memberikan rasa aman dan penghargaan. 

Metode pengajaran harus memperhatikan keunikan masing-masing siswa, guru harus mampu menjadi teladan (modelling) bagi praktik implementasi nilai-nilai profetik, membentuk kultur terbuka saling mengingatkan antara guru dan siswa dengan prinsip kesantunan (Hal 87). Tentunya seting iklim dan tempat di sekolah juga harus dilakukan para orang tua di rumah. Kiatnya pihak sekolah dapat merangkul dan melibatkan wali murid untuk bekerja sama dalam proses pendidikan anak. Komunikasi intens perlu dijalin, jangan hanya ketika pembagian rapor dan pelajar kena kasus, karena mau tidak mau lingkungan keluarga merupakan lingkaran elementer sekaligus parameter berhasil dan gagalnya pembentukan karakter. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis Mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta