Sabtu, 30 Juli 2011

Sikap KAMMI atas Kunjungan SBY ke Yogya

Dimuat di Harian Jogja, Kamis, 14 Juli 2011 

Rencananya presiden SBY pada Kamis, 14 Juli 2011 akan memberikan pembekalan capaja di Gedung Agung, Yogyakarta. Momentum kunjungan penguasa ialah saat tepat untuk mencipta ruang dialog jalanan antara rakyat dengan pemimpinnya. Adalah niscaya bagi gerakan mahasiswa untuk turut serta mengingatkan dan menyuarakan aspirasinya atas problematika yang melanda negeri ini. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) DIY sebagai salah satu elemen pemuda bertolak atas keprihatinan dan kegerahan permasalahan bangsa bermaksud mengumandangkan tuntutannya. 


Parlemen jalanan yang akan dihelat, murni merupakan pernyataan sikap tegas KAMMI atas kunjungan SBY ke Yogyakarta. Pertama, hentikan parade-parade kontradiksi dan segera perbaiki. Bulan ini telah banyak khalayak ramai disuguhi pelbagai hal yang bertolak belakang. Mulai pidato pak Beye di konferensi Buruh ke 100 di Jenewa, Swiss yang menjanjikan mekanisme proteksi buruh migran. Faktanya beberapa hari kemudian, masyarakat luas dibuat kecewa dengan dipancungnya seorang TKI, Ruyati binti Satibi oleh algojo Arab Saudi tanpa sepengetahuan KBRI. Artinya pemerintah telah gagal melindungi warga negaranya dan tidak melakukan upaya diplomasi tingkat tinggi. KAMMI menuntut agar pemerintah membuka akses tenaga kerja domestik agar tak perlu mengekspor TKI ke luar negeri. Sebab, moratorium akan menjadi bumerang jika tak disertai mapannya kesempatan kerja bagi warga. 

Kedua, KAMMI meminta agar elit negeri memberikan keteladanan dan mengemban amanah serius dalam mengurus umat serta tak disibukkan mengurus internal partai. Tuntutan ini didasari, karena melihat maraknya kader partai pemerintah yang terjerat korupsi. Janji pak Beye berapa di garda depan membertas korupsi hanya pepesan kosong karena tak bisa mengurus rumah tangga partainya sendiri. Bagaimana seorang pemimpin dapat membasmi perkara perampokan uang, jika elitenya tidak memberikan contoh terbaik menjalankannya. Sungguh negeri ini dipenuhi ironi dan anomali politik tingkat tinggi.

Ketiga, segera tetapkan status keistimewaan Yogyakarta sebagai provinsi penegak NKRI dan istiqomah dengan ijab qabul maklumat 5 September 1945. Kontradiksi juga mengemuka ketika pihak keraton menemukan rekaman SBY dalam pilpres 2009, berjanji mendukung RUUK Yogyakarta tetapi faktanya kini prosesnya tak kunjung usai. Perlu diketahui dalam traktat tersebut keraton tidak menyerahkan kekuasaannya, tetapi tetap independen berkuasa dalam format desentralisasi asimetris dan mempertanggungjawabkannya dihadapan presiden RI. Besarnya jasa Sri Sultan HB IX dalam mengasuh bayi NKRI, tak seyogyanya dibalas air tuba seperti ini. Maka KAMMI mengajak elemen gerakan lain turun ke jalan mengelorakan tuntutan ini. Salam perubahan... 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Rabu, 13 Juli 2011

Alokasikan APBD untuk Kesejahteraan

Dimuat di Suara Karya online, Senin, 11 Juli 2011 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Sepekan terakhir moratorium dan pensiun dini bagi pegawai menjadi isu serius. Ini berkaitan dengan tidak idealnya porsi anggaran belanja pegawai yang harus ditanggung pemerintah pusat dan daerah. Anny Ratnawati (Wakil Menkeu) mengungkapkan, dana APBN yang dikirim ke daerah mencapai Rp 393 triliun. Sebagian besar dialokasikan untuk gaji pegawai. Laporan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) memaparkan, rata-rata total kenaikan belanja pegawai Rp 15 trilun lebih setiap tahun. Terhitung sejak 2005 yang hanya Rp 54,3 triliun menjadi Rp 112,8 triliun tahun 2008 dan melonjak menjadi Rp 180,8 triliun di tahun 2011. Atau, melompat rata-rata 44% dari APBD 2007 menjadi 55% pada 2010. Jika lonjakan anggaran rutin ini terus terjadi selama 2-3 tahun ke depan, dikhawatirkan keuangan daerah akan bangkrut. Imbasnya, pembangunan dan dana operasional untuk program kesejahteraan masyarakat akan tersendat.

Padahal konsepsi desentralisasi agar pembentukan pemerintah daerah dapat mempermudah pelayanan masyarakat melalui segala kebijakan yang diambil. Secara teori, kebijakan berkorelasi positif dengan anggaran untuk melicinkan program. Jika anggaran mayoritas malah tersedot di anggaran rutin, ini menjadi masalah. Sebab, anggaran pemberdayaan kerakyatan menjadi buncit.

Rumah Pensil Publisher

Laporan Fitra mengindikasikan APBD 2011 terdapat 124 daerah yang belanja pegawainya di atas 60% dan belanja modalnya (1-15%). Dari 124 daerah tersebut, bahkan memiliki belanja pegawai di atas 70%. Rekor tertinggi dicatat Kabupaten Lumajang yang mencapai 83% dana APBD untuk menggaji PNS. Maka, untuk menyeimbangkan belanja pegawai dan modal untuk program. Gagasan pemberhentian rekrutmen PNS dan pensiun dini patut dikaji. Efek positifnya tentu dapat memangkas APBD anggaran rutin sehingga dapat dialokasikan ke program pemerintah lainnya. Seperti untuk memperbaiki fasilitas umum seperti rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya serta menambah pasokan dana untuk operasional pendidikan. 

Kiat terakhir penting diupayakan, pendidikan adalah jaminan ketersediaan SDM yang mumpuni ke depan. Untuk mewujudkannya pendidikan gratis jenjang SD dan SMP sedikit demi sedikit perlu diikhtiarkan demi terjalankannya wajib belajar 9 tahun sebagaimana amanat konstitusi. Pemerintah Daerah Bekasi sudah merealisasikannya mulai tahun ini. Sehingga, di masa mendatang pemerintah dapat sekaligus menyiapkan wajib belajar 12 tahun sebagaimana digadang-gadang pemerintah dewasa ini.

Kedua, memberikan permodalan bagi unit UKMM sebagai roda ekonomi masyarakat hingga dapat berjalan dan membuka lapangan kerja massal. Produk kerajinan dan ketrampilan daerah dapat dijadikan daya jual untuk dipasarkan di lokal domestik dan mancanegera. Dampaknya bagi pemerintah daerah dapat menambah penghasilan melalui retribusi dan pajak penjualan. Semoga. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Daerah Sleman

Jumat, 01 Juli 2011

Si Kaya Haram Beli BBM Subsidi

Termuat di Harian Jogja, Jum'at, 1 Juni 2011

Rendahnya produktivitas minyak dan tingginya permintaan Bahan Bakar Minyak (BBM), membuat pemerintah berfikir radikal untuk menanggulanginya. Langkah pembatasan premium, penggunaan kartu untuk membelinya, hingga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuai kontroversi. Pertemuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Saleh dengan MUI kemarin bertujuan agar para ulama turut menyosialisasikan BBM bersudsidi hanya diperuntukkan warga miskin dan haram jika orang kaya membelinya. Sebab, subsidi ini sudah menggunakan uang negara yang sangat besar hingga 95,9 Trilyun. 

Rumah Pensil Publisher

Selain itu, jika tak mampu mensubsidi karena defisit anggaran, pemerintah akan untang ke luar negeri. Maka menjadi tidak adil jika kalangan berpunya turut menikmatinya. Kendati belum menjadi fatwa, tetapi dalam konteks teologis. Pemerintah dalam hal ini kementrian ESDM sudah menjadi muftafti atau peminta fatwa. Tidak ada yang salah memang. Tetapi jika maksud pemerintah ingin menutupi kegagalan pengelolaan hulu migas dengan memanfaatkan stempel MUI, ihwal ini patut ditentang. Sebenarnya selain rapuhnya tata kelola hulu migas, pemerintah juga bingung untuk mengklasifikasikan mana kalangan the have (kaya) dan siapa masuk kategori the poor (miskin). Problem pemilahan ini saja masih diperdebatkan. Apalagi jika nanti dibuat peraturan hitam di atas putih, berpotensi terjadi kericuhan di masyarakat akar rumput. Beberapa pengamat menyatakan, keinginan pemerintah menggandeng MUI untuk merencanakan fatwa haram bagi orang kaya beli BBM subsidi, merupakan strategi pemerintah untuk mengalihkan konsumen membeli Pertamax. Meskipun tidak mengalami kelangkaan tetapi Pertamax mengikuti harga pasaran dunia yang cenderung tak disukai. 

Menurut Kurtubi (pakar perminyakan), salah satu solusi untuk menanggulangi perkara ini ialah agar pemerintah memenuhi target produksinya. Jika masih tak mampu, maka mau tak mau kenaikkan harga BBM dapat menjadi opsi. Tetapi agaknya langkah terakhir urung untuk dilakukan. Selain dapat membuat murka khalayak, polesan citra rezim bisa luntur dan menurunkan tingkat elektabilitas di pemilihan umum mendatang. Kedua, untuk menaikkan pendapatan negara ekspor gas ke Meksiko dan Jepang dapat digalakkan dengan catatan memperhatikan kebutuhan dalam negeri. Rezim SBY-Boediono sedang diuji dengan sebuah keputusan sulit. Jika tidak masak-masak difikirkan dapat menjadi bumerang bagi pemerintahannya. Sebab, isu kenaikan harga BBM selalu menjadi isu sensitif karena berkorelasi dengan harga kebutuhan pokok masyarakat luas. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute 

Memproteksi Buruh Migran

Dimuat di Nguda Rasa, Koran Merapi, Jum'at, 1 Juli 2011

Oleh: Vivit Nur Arista Putra

Kasus pemancungan Ruyati binti Satubi tanpa sepengetahuan KBRI, menjadi tamparan keras pemeritah RI. Pertama, publik menyimpulkan pemerintah telah gagal melindungi warga negaranya yang bekerja di luar negeri. Kedua, perkara ini sangat kontradiktif, karena eksekusi Ruyati terjadi selang beberapa hari ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpidato di konferensi Internasional Labour Organization (ILO) ke 100 di Jenewa, Swiss, yang menjanjikan mekanisme proteksi terhadap buruh migran. Pidato yang berjudul “Forging a New Global Employment Framework for Social Justice and Equality” dengan mengajak agar kehormatan para pekerja harus dipromosikan dan dilindungi, seakan menjadi pepesan kosong dengan hadirnya tragedi Ruyati. Akar permasalahan berlarut-larutnya kasus kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di mancanegara dapat dipilah menjadi item. 

Pertama, faktor eksternal yaitu lobi dan diplomasi tingkat tinggi yang lemah. Padahal diplomasi merupakan wujud politik luar negeri suatu negara. Hal ini terlihat tak seriusnya pendampingan hukum terhadap Ruyati hingga KBRI mengaku tak tahu menahu prosesi pemenggalan kepala Ruyati. Seharusnya KBRI dapat memperjuangkan hak-hak hukum terdakwa yang mungkin dapat meringankan hukuman menjadi seumur hidup. Ruyati memang membunuh, tetapi harusnya kita bertanya kenapa dia membunuh? Apakah di Indonesia diajarkan membunuh. Tidak. Karena Ruyati hendak dibunuh dengan cara disiksa berulang-kali setiap hari. Alasan membela diri dalam kaidah hukum dapat meringankan tuntutan terdakwa yang selayaknya dapat diperjuangkan pemerintah. Perjuangan ini dapat dilakukan dengan berdiplomasi antarpetinggi negeri seperti yang pernah dilakukan Gus Dur di tahun 1999 ketiga berhasil melobi Raja Fahd sehingga menunda hukum pancung Siti Zaenab, seorang TKI asal Madura. Sikap seperti inilah yang terlambat diupayakan SBY, sehingga lagi-lagi pidatonya berisi prihatin dan meratapi nasib. 


Oleh sebab itu, pemerintah harus menggalakkan lobi dan diplomasi tingkat tinggi dengan memanfaatkan forum tertinggi kedua negara seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) di mana Indonesia dan Arab Saudi menjadi anggota. Sebab, salah satu produk dari OKI ialah pernah menghasilkan norma hak asasi manusia versi Islam yang seyogyanya dapat dijadikan landasan hukum bagi kemaslahatan kedua negara. Ihwal ini penting untuk disegerakan mengingat Arab Saudi termasuk negara yang rumit duduk semeja untuk membicarakan proteksi butum migran. Karena tradisi arab sebagian masih menganggap pembantu adalah seperuh budak yang dapat sewenang-wenang diperlakukan. 

Berpijak dari perkara inilah pemerintah RI dapat mengupayakan pembuatan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) untuk sebagai dasar ikrar perlindungan para pekerja informal. Kedua, akar problema di segi domestik yaitu maraknya perusahaan jasa penyalur TKI yang menggirimkan tenaga kerja tak sesuai prosedur. Pemalsuan data dan umur terjadi, penempatan kerja yang ngawur, dan tak terampilkan calon TKI dalam berbahasa di tempat kerja serta tak faham hukum setempat membuat mereka menjadi bulan-bulanan majikan Arab. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dikepalai Jumhur Hidayat harus mengevaluasi total perusahaan tersebut untuk meminimalisasi tindakan kriminal di tempat kerja. Jika perlu warga diizinkan berkerja di negeri orang tergolong usia produktif 25-40 tahun serta terampil berbahasa dan memiliki skill yang mumpuni. 

Pascakasus Ruyati Presiden memang menginstruksikan untuk melakuan moratorium dan pemutusan berkala pengiriman TKI ke Arab Saudi yang berjumlah 250 ribu setiap tahunnya. Tetapi agar moratorium tidak menjadi bumerang, pemerintah perlu membuka lapangan kerja seluas-luasnya di wilayah domestik. Karena terjadinya pemberhentian pengiriman tenaga kerja artinya menghapus lapangan kerja di luar negeri. Bisa jadi pemerintah akan didemo oleh calon TKI di negeri sendiri jika gagal menyediakan lapangan kerja di rumah sendiri. Maklum, lihat saja data terbaru hingga Februari 2011 total pengangguran di ibu pertiwi mencapai 8,32 juta. Jika ditambah TKI yang distop berkerja bisa melampaui 10 juta. 

Selain mencari investor, pemerintah dapat memberi modal kepada pengusaha UKMK untuk menjalankan roda usahanya dengan harap dapat menyerap lapangan kerja. Selanjutnya daerah-daerah lain yang menjadi basis calon TKI seperti di Probolinggo, Pacitan, Pati, Nusa Tenggara Timur dll dapat diupayakan gerakan transmigrasi ke daerah-daerah baru yang berpotensi menyerap tenaga kerja. Seperti Kalimantan dan Sumatra dengan usaha-usaha kelapa sawitnya. Langkah ini diikhtiarkan dapat mengurangi laju pengangguran yang bertumbuh pesat. Kiat Depdiknas berkerja sama dengan HIPMI pun patut diacungi jembol dengan memberikan modal kepada para sarjana, agar orientasi mereka ketika lulus tidak sekadar mencari kerja tetapi juga membuka lapangan kerja. Sementara keberadaan Satgas pengawas TKI menunjukkan lemahnya koordinasi antara Menakertrans, Kemenlu, dan BNP2TKI. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI 

Lindungi TKI Secepatnya

Termuat di Harian Tribun Jogja, Jum'at, 1 Juli 2011 

Manifestasi aksi KAMMI, tak lepas dari adanya kontradiksi. Ya, bertolak belakang. Sangat njomplang. Beberapa hari pascapidato Presiden SBY dalam konferensi Internasional Labour Organization (ILO) ke 100 di Jenewa, Swiss. Publik disuguhkan realitas kontras. Pidato yang berhasil memukau elite manca tentang enam program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Ternyata deretan kata di muka hanya di atas angin mendengar berita TKI, Ruyati binti Satubi, ditebas lehernya oleh algojo Arab Saudi. Ini pertanda pemerintah telah gagal melindungi warga negara. Ini menunjukkan otoritas negeri ini telah lumpuh dan tak berdaya petingginya tanpa mampu membela terdakwa. Lobi dan diplomasi birokrasi mental. 


Di segi lain, terdata ada 216 TKI yang sedang antri dipancung mati jika pemerintah tak serius berbenah diri. Terdekat, adalah Darsem binti Dawud yang diberi tenggat waktu hingga 6 Juli untuk pembayaran diyat sebesar 4,7 Milyar. Jika tidak, tamatlah riwayatnya. Ruyati dan Darsem memang membunuh, tetapi harusnya kita bertanya kenapa mereka tindakan kejam. Jawabannya karena mereka hendak dibunuh. Dalam kaidah hukum, setidaknya ini dapat meringankan hukuman bagi terdakwa. Pidato bapak SBY hanyalah pepesan kosong. Dengan lips service yang tebal. Mengurai rasa keprihatinan ini, KAMMI DIY hadir membentuk parlemen jalanan dan menyerukan aspirasi ke pengambil kebijakan. Bertempat di DPRD DIY, Kamis, 24 April 2011. 

Seruan Aksi KAMMI. Pertama, “lakukan moratorium dan hentikan suplai TKI ke negeri dinasti Saud dan segera ratifikasi MoU proteksi buruh migrant oleh kedua negara” tegas Aza El Munadiyan dalam pembacaan penyataan sikapnya. Ihwal ini urgen, mengingat Saudi Arabia tergolong negera yang ribet duduk semeja. Sebab, mereka menganggap TKI adalah separuh budak yang dapat diperlakukan apa saja. Karena moratorium berpotensi pengangguran warga domestik membludak. Rezim SBY-Boediono dituntut untuk membuka akses lapangan kerja. Data hingga Februari 2011 tertera 8,32 juta pengangguran dan akan bertambah jika pasokan TKI ke Arab Saudi dengan total 250 ribu setiap tahunnya diputus.

Kedua, KAMMI menyuarakan agar pemerintah RI secara internal juga harus berbenah diri. Menakertrans melalui Cak Imin agar mengevaluasi perusahaan penyalur pahlawan devisa, lantaran banyak pemalsuan data, penempatan kerja ngawur dan prosedur tak dijalankan jujur. Begitupun dengan jajaran pengurus BNP2TKI, perlu dirombak total jika tak kerja lindungi TKI. Ketiga, KAMMI menuntut agar Presiden SBY yang dirahmati Allah dan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa agar melakukan diplomasi dan lobi tingkat tinggi. Kiat ini pernah sukses di era Gus Dur ketika berhasil menunda eksekusi Siti Zaenab tahun 1999. 

Faktor bahasa agaknya turut memengaruhi diplomasi. Gus Dur pandai bahasa Arab sehingga komunikasi positif terjalin dengan Raja Fahd. Derasnya seruan khalayak, membuat pemerintah merespon cepat dengan mengkreasi Satgas TKI terancam mati dan membentuk atase hukum dan HAM di KBRI. Jika ini juga gagal, RI hanya boros waktu dan menghambur rupiah untuk membuatnya. Moratorium untuk negara lain pun dipertimbangakan sesuai instruksi presiden. Kita simak, pantau, dan kawal kinerja pemerintah. Aksi di muka juga dibarengi solidaritas rupiah untuk TKI. Camkan, jika masih terjadi pembunuhan TKI lagi di luar negari. Bukan tidak mungkin KAMMI kembali turun dengan maraknya massa... Tabik. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Sleman 

Upaya Memproteksi Buruh Migran

Dimuat di Harian Suara Karya, Rabu, 29 Juni 2011 

Langkah pemerintah melakukan moratorium atau pemutusan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi belumlah memecahkan pokok persoalan. Kebijakan tersebut hanya sekadar wujud protes yang dapat menjadi bumerang di wilayah domestik. Dipangkasnya pengiriman TKI sama saja dengan dihapusnya lapangan kerja di luar negeri. Imbasnya para calon TKI di tanah air akan membludak dan berpotensi meledaknya jumlah pengangguran. Data menunjukkan hingga Februari 2011 ada sekitar 8,32 juta pengangguran. Moratorium jika tak dibarengi dengan dibukanya akses lapangan kerja, pemerintah dapat dicerca oleh rakyat sendiri. 


Di sisi lain, akar masalah kekerasan terhadap TKI di Arab Saudi khususnya ialah tak adanya peraturan yang tegas dalam memberikan perlindungan kepada para pahlawan devisa. Pemerintah harus mendesak dibukanya pembicaraan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) kedua negara untuk memproteksi buruh migrant. Sebab, selama ini negeri dinasti Saud tergolong negara yang ribet duduk semeja untuk memperundingkannya. Faktor lainnya mereka masih menganggap pembantu adalah setengah budak yang dapat diperlakukan seenaknya. Eksekusi terhadap Ruyati binti Satubi menunjukkan pemerintah telah gagal dalam melindungi warga negaranya. Apalagi dalih KBRI tak tahu menahu kabar pemancungan, menunjukkan pemerintah dalam hal ini kementrian luar negeri tidak melakukan loby dan diplomasi birokrasi. Padahal dahulu di era Gus Dur mencontohkan diplomasi tingkat tinggi antar kepala negara dengan Raja Fahd, berhasil menunda prosesi pemancungan terhadap Siti Zaenab, seorang TKI Madura yang dinyatakan bersalah. Akar problem yang kedua ialah maraknya peruhaan jasa di Indonesia dalam menyuplai TKI ke mancanegara tak sesuai prosedur, pemalsuan data dan umur, hingga penempatan kerja yang ngawur. 

Pemerintah melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) harus mengevaluasinya. Jika tak kunjung segera akan ada Ruyati-Ruyati berikutnya yang diperlakukan semena-mena. Ke depan jika perundingan dan lobi pemimpin tertinggi gagal dan kesepakatan MoU juga tak juga tuntas. Permasalahan TKI kedua negara, Indonesia dapat membawanya ke forum dunia yang lebih tinggi, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) di mana Indonesia dan Arab Saudi menjadi anggotanya. Sikap ini perlu diupayakan untuk mencipta keadilan hakiki demi menjunjung hak asasi manusia.

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Sleman 

Akhir Indah Musyawarah Daerah KAMMI Sleman

Demikian ketua barunya... 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra

Usai sudah musyawarah daerah (musyda) KAMMI Daerah (KAMDA) Sleman. Kritik, saran, dan hingga penolakan pertanggungjawaban merias hias dinamika forum tertinggi KAMMI Sembada ini. Agenda dimulai Kamis, 2 Juni di ponpes UII sidang I pembahasan tata tertib musyda yang dipimpin oleh Badan Pekerja KAMDA yakni Adhe Nuansa Wibisono, Indriyani Agustina, dan Pramitha Sari. Hasilnya tata tertib diratifikasi dan dengan salah satu jabaran pasal 4 tugas/wewenang musyda: 1. Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban pengurus daerah KAMMI. 2. Memilih pengurus daerah dengan jalan memilih ketua umum yang sekaligus merangkap sebagai formatur dan empat mide formatur. 3. Menetapkan anggota MPD KAMMI Sleman. 4. Menetapkan panduan kerja daerah. 5. Menetapkan dan mengesahkan pembentukan pengurus komisariat KAMMI. Beralih ke sidang dua untuk melaporkan LPJ, presidium sidang diisi oleh M. Asnan F.M., Agus Manto, dan Ahada Ramadhana. 

LPJ disampaikan Kartika Nur Rakhman selaku ketua dengan berkisah prosesi terbentuknya KAMDA. “Pada awalnya terbentuknya KAMDA ini merupakan rekomendasi dari Muktamar Makassar, di mana Yogya yang sebelumnya berbentuk KAMDA Teritorial Yogya kemudian melebur menjadi tiga KAMDA dan di atasnya ada KAMWIL” cetusnya. Selanjutnya dituturkan berbagai liku perjalanan hingga reshufle pengurus khususnya Humas KAMDA yang sempat diloper di tiga person. Umam (UII’05), Arif Susanto (UGM’04) hingga dipegang Reza Azhari alias Echa (UGM’05). Kaderisasi pun sempat ditinggal kepala bidangnya beberapa bulan lantaran ada pekerjaan lain yang dituntaskan. Laporan tertulis Nur Rakhman mengatakan “Lamanya jenjang kepengurusan KAMMI dari tingkat komisariat hingga pusat jika tak diperhatikan dapat membawa masalah pelik. Hal ini terbukti membawa masalah di hampir semua kepengurusan KAMMI di Indonesia. Tidak terkecuali KAMDA. 


Jajaran kepengurusan yang masih bertahan dari awal hingga akhir hanya tersisa 4 orang di kalangan BPH. Yang mana diantaranya sempat mengajukan cuti karena hal berbeda” tulisnya. Gugatan sempat mengudara menyoal kerja kaderisasi. “Harusnya KAMDA Sleman dengan dilengkapi kampus sebesar UNY, UGM, UII, UPN, dan Amikom dapat menghelat DM II lebih dari satu kali” tukas Wibisono. “Kami sadar akan itu, tetapi dengan mempertimbangkan adanya KAMDA lainnya. Kita memberikan kesempatan KAMDA kota dan Bantul untuk menggelar DM II. Agar KAMMI Daerah tumbuh dan besar bersama-sama” jawab Pramitha Sari. Eks ketua KAMMI UGM, Bara Brelian pun sempat menanyakan transparansi dan akuntabilitas keuangan mengingat dana hilir mudik saat mendirikan KAMMI Reaksi Cepat untuk mengurus korban bencana erupsi Merapi. “Kalau dana itu dipegang oleh bendahara Mbak Meichy akh. Karena dalam Muswil dua tahun lalu kita telah sepakat BUMK hanya dimiliki KAMWIL yang nantinya uangnya akan dibagi ke KAMDA setempat. Mungkin bisa ditanyakan ke Mbak Meichy saat Musyawarah wilayah nanti “ respon Nur Rakhman. 

Akhirnya dengan kelebihan dan kekurangan maka presidium sidang beserta audiens memutuskan LPJ ditolak karena beberapa indikator keberhasilan yang disematkan dalam PKD tidak tercapai. Acara sidang ketiga ialah pembahasan PKD. Bersinggah di gedung Synergi diawali Jum’at 3-4 Juni. Beragam usulan dari kawan-kawan komisariat meramaikan forum. Akhirnya disepakatilah tujuan organisasi (tercantum pada Bab III pasal 3) yang hendak dicapai “Menjadi Garda depan Gerakan Mahasiswa di Kabupaten Sleman dalam upaya Pemberdayaan Masyarakat” dengan penjabaran: 1. Pengokohan Kaderisasi. 2. Tata kelola organisasi yang solid dan profesional. 3. Melakukan rekayasa politik di kampus dan daerah. 4. Melakukan upaya pembangunan sektor ketiga (sosial kemasyarakatan) dengan menekankan pada langkah kontributif dan berkelanjutan. 5. Menjadi pelaku ishlahul ummah. Para pembaca dan segenap kader KAMMI dapat menuntut tujuan di muka jika tak memenuhi standar keberhasilan KAMMI Daerah Sleman 2011-2013. Ada beragam tantangan yang harus dipenuhi seperti pembentukan satu komisariat baru, tuntutan penambahan 200 kader AB I bagi komisariat grade A (UGM dan UNY). 

Rasionalisasinya sudah adanya kader di beberapa kampus seperti UTY dan Sanata Dharma tetapi belum memiliki komisariat tetap. Asa melambung dua tahun ke depan bagi KAMDA ini untuk merealisasikannya. Selain itu, ialah adanya praksis advokasi anggaran dan korupsi daerah serta adanya minimal 3 desa mitra dan pemberdayaan kader melalui jam sosial. Setelah Panduan Kerja Daerah (PKD) diketok palu. Giliran mekanisme pemilihan ketua dengan mempertimbangkan suara komisariat dan ketua KAMDA sebelumnya atau ahlul ahli wal aqdi. Akhirnya ada 3 calon yang disyurakan dari 7 calon yang ada. Sedangkan AB III yang lain mengundurkan diri. Wibisono (Fisipol UGM’06/ Eks ketua KAMMI komisariat UGM), Dedy Yanwar El Fani (Fisipol’06/ Eks KP komisariat UGM dan eks staf KP KAMDA) dan Isnendi Muhammad Fatwa (Pertanian’05/ Eks Kadept KP KAMDA). Akhirnya konklusi syura dihaturkan Nur Rakhman “dengan mempertimbangkan track record dan man power planning untuk mengisi dakwah KAMMI mendatang, maka saya minta siapa saja ketuanya kita tetap usung bersama dan membantu kepengurusannya di KAMDA Sleman. 

Dengan mengucap bismillahirahmannir rahiim syura menetapkan akhina Dedy Yanwar El Fani kita tetapkan menjadi mas’ul KAMDA Sleman 2011-2013” ujarnya. Kumandang takbir bersahut dari peserta dan suasana haru beriring kalimat selamat dan peluk penguat amanat berbondong menjejali ruang sidang. Ucapan selamat dari rekan-rekan KAMDA luar Jogja bertutur dalam kekata SMS. “Allahu akbar” pesan langit keluar dari Andi (Eks ketua komisariat UMY). Galih, ketua KAMDA Semarang pun tak kalah komentar. “Selamat. Semoga saudara-saudaraku di KAMDA Sleman diberikan rasa istiqomah mengusung dakwah KAMMI ke depan” petuahnya. Jusman Dalle (Humas KAMDA Makassar bertaujih “semoga ikhwah KAMMI Sleman senantiasa terlimpah curahan petunjuk darinya”. Amin... Semoga Allah memudahkan Layak Ia melancarkan urusan Nabinya... Semoga Allah mengabulkan kalimat doa Sepertinya Ia memustajabahi lantunan doa ulama... Semoga Allah melapangkan dada Sebagaimana Ia meneguhkan perjuangan para sahabat... Untuk Allah, KAMMI kumandangkan seruan langit.. Allahu akbar.... 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI Sleman