Senin, 05 Juli 2010

Membangun Kesadaran Mahasiswa

Dimuat di Buletin PROGRESS UKKI UNY, Agustus, 2009 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Orientasi Studi Pengenalan Kampus dua pekan lagi. Fase yang harus dilalui mahasiswa sebagai medium tegur sapa dengan kampus sebelum berinteraksi dengannya. Dan genap empat tahun sudah, Ospek UNY mengambil tema pendidikan profetik. Tema besar yang mulai dilaunching di era Sujatmiko Dwi Atmaja, Presiden BEM Rema UNY 2006. Apa latar dibalik bertahannya tema tersebut. Seberapa pentingkah bagi mahasiswa baru untuk menerapkannya, sebagai konsekuensi logis dari makhluk kelas menengah di masyarakat yang diberikan kesempatan Allah, memperoleh pencerahan di kampus. Berikut tulisan yang kami sarikan dari hasil diskusi dengan beberapa tokoh mahasiswa UNY. 


Pada dasarnya tema ini diambil untuk memberikan proses penyadaran pada mahasiswa baru akan perannya di kampus, yang dituntut tidak hanya belajar namun juga harus melakukan perubahan sosial. Ihwal ini dapat kita qiyaskan –samakan- saat baginda Rasul Muhammad bertemu dengan Allah di sidratul muntaha (menara langit ke tujuh). Dan puncak keinginan seorang hamba ialah bertemu dengan sang penciptanya. Akan tetapi, Muhammad memutuskan untuk kembali ke bumi, atas dasar kesadaran terhadap realitas primitif yang amoral (tidak bermoral). Manusia di bumi hidup tanpa aturan dan keadilan. Pijakan fikiran itulah yang membuat Nabi melakukan transformasi sosial. Ingin merubah, merubah, dan merubah. Sebab dosa besar para Nabi adalah meninggal umatnya. Karena inilah tanggungjawab moral keberimanan Nabi (makhluk) pada sang Khaliq. Nabi sadar, bahwa di alam semesta ini ada yang menciptakan. Subjek pencipta itulah yang patut disembah. Maka jika ada yang disembah, pasti ada yang menyembah. Subjek penyembah itulah manusia (selaku barang ciptaanNya). 

Oleh karena itu, adalah konsekuensi bagi makhluk untuk patuh dan taat kepadaNya, samiqna wa ataqna (kami dengar dan kami taat). Ketaatan itu adalah manifestasi (perwujudan) dari iman. Maka, mahasiswa hendaklah menempatkan dan memosisikan dirinya layaknya Nabi. The choicen people, manusia pilihan yang beruntung mendapatkan pencerahan di alam kampus. Maka secara nalar, sikap yang harus dilakukan mahasiswa ialah terlibat dengan masyarakat kampus dan khalayak di luarnya. Gelisah akan ketimpangan dan berikhtiar untuk merubahnya. Hal inilah yang juga dirasakan Nabi mencermati situasi dan kondisi di tempatnya. Untuk itulah sebelum merubah kondisi secara kompleks, diperlukan -apa yang disebut Kuntowijoyo- humanisasi. Memanusiakan manusia, menyadarkan akan fitrah (ketentuan) awalnya. Kalianlah mahasiswa selaku manusia-manusia pilihan itu, middle class. Semakin banyak mahasiswa sadar akan hal ini, semakin mudah bagi kita untuk merubah kondisi masyarakat yang diinginkan. 

Kesadaran awal di muka akan diinternalisasikan dalam muatan acara Ospek 18-23 Agustus yang rencananya akan menghadirkan Ari Ginanjar Agustian, Adyaksa Dault (Mentri Negara pemuda dan olahraga), dan Taufiq Ismail. Kesadaran harus dimuarakan pada action. Tindakan yang dilakukan berulang-ulang akan mengejawantah menjadi karakter. Karakter ini fondasi dasarnya ialah jalan keNabian. Karekter inilah yang diinginkan dan mencoba dibentuk di UNY. “Jadi bukan hanya jargon tapi tindakan” tandas Pidi Winata, Presiden BEM Rema UNY 2009. 

Langkah selanjutnya ialah liberasi (langkah pembebasan) atas segala thaghut (sembahan sesat) yang masih dianut, egoisme kesenangan pribadi, study oriented, dan cuek bebek terhadap kondisi yang ada di sekelilingnya, acuh tak acuh terhadap kondisi bangsa dan zaman serta hanya foya-foya dengan fasilitas di Jogja. Buang semua itu sobat, itu karakter mahasiswa yang bopeng sebelah. Bukan karakter mahasiswa UNY. Jadilah mahasiswa yang berkarakter profetik. Humanisasi, liberasi ialah tahap kedua dan ketiga yang dibangun atas dasar kerangka transendensi dalam konsep profetik. Transenden bermakna melampaui, beyond. Melampaui segala kebenaran yang disadap indera dan akal fikiran manusia. Segala asal muara tutur kata dan sikap manusia. 

Karena pada ruang pelampauan itu, ada kebenaran hakiki yang manifest (mewujud) dalam Al qur’an dan As sunnah, shuhuf-shuhuf (lembara-lembaran) yang dititahkan Allah ta’ala. Yang harus kta patuhi sebagai bentuk keberimanan kita. Dan sekali lagi menjadi konsekuensi logis (tanggungjawab yang dapat dicerna) bagi mahasiswa untuk terlibat dan merubah ketimpangan kondisi yang ada. Selamat datang di kampus Inspiratif, selamat berjuang untuk merubah, dan selamat menjadi mahasiswa yang berkakter. I love you full

Vivit Nur Arista Putra 
Pemimpin Redaksi PROGRESS UKKI UNY

Transisi KAMMI DIY


Desentralisasi merupakan salah satu kiat menjadikan pemerintahan berjalan efektif. Sebab, skup kerja lebih merucut dengan otonomi yang lebih. Dari pemerintahan daerah (provinsi) sampai tingkat kabupaten. Sehingga kepekaan sosial dan kerja pemerintah lebih fokus. Atas dasar arus perubahan itulah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) DIY melebur dengan dibentuknya KAMMI Daerah Sleman, Bantul, Kota Jogja, serta mendeklarasikan berdirinya KAMMI Wilayah DIY. Langkah ini dilakukan agar proses pengawalan kebijakan pemerintahan, pemberdayaan, dan kontribusi sosial lebih concern. Imperatif muktamar VI KAMMI di Makassar memberikan KAMMI DIY tenggat waktu enam bulan pascamuktamar untuk transisi. Maka dihelatlah lokakarya bulan Mei 2009 untuk menyiapkan panduan dan rencana aksi transisi. 

Hasil forum itulah yang menggiring ke musyawarah daerah (Juni 2009) yang memutuskan untuk memberikan amanah kepada Nurrahman (UGM) menjadi ketua KAMMI Daerah Sleman, Bahtera (UIN) mengemban ketua KAMMI Kota, dan Sigit Nursyam (UNY) bertindak sebagai ketua KAMMI Bantul serta Khalif (UMM) didaulat menjadi ketua KAMMI Daerah Magelang. Sebelum itu diselenggarakan training kade lanjut atau daurah marhalah III di Jogja yang diikuti sembilan kader KAMMI DIY. Desentralisasi menjanjikan mekanisme perizinan lebih mudah atau satu pintu dan hubungan negara dengan warna negara menjadi kontrak sosial bukan transaksional. Selain itu, poin penting yang dapat diunduh dari desentralisasi ialah menjadikan transisi kepemimpinan dari akar rumput merampah ke tingkat nasional lebih efektif, peka, dan mafhum problematika yang terjadi ditempatnya. Tak terkecuali regenerasi kepemimpinan di KAMMI. Dari komisariat, KAMMI daerah, wilayah, sampai level nasional. 

Vivit Nur Arista Putra 
Aktivis KAMMI 

Mengelola Perpustakaan Ideal

Dimuat di Website dinas pendidikan Sleman, 29-7-2009 

Tri dharma perguruan tinggi terdiri dari pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Menjadi konsekuensi logis bagi segenap civitas akademika kampus untuk mengamalkannya. Bagi mahasiswa, peluang menunaikan amanat di muka terbuka lebar dalam moment KKN/PPL selama dua setengah bulan. Atas dasar pijakan inilah tim KKN/PPL Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, menggelar workshop pengelolaan perpustakaan, Selasa, 28 Juli 2009. Bertempat di Aula dinas pendidikan Sleman Lt. III peserta terlihat begitu antusias. Terbukti tak kurang delapan puluh pustakawan dan perwakilan SMA/SMK dari satuan pendidikan Sleman memadati ruangan. Pelatihan ini menghadirkan trio pustakawan FIP yakni Anwar, Triyanto, dan Ardana. 


Pada kesempatan tersebut Anwar mengutarakan pentingnya pengelolaan perpustakaan. "Tidak harus perpustakaan ideal, karena idealnya perpustakaan setiap sekolah atau pustakawan pasti berbeda. Tetapi cukup ada petugas, pelayanan, dan buku yang ditawarkan." Terangnya. Komentar lain disampaikan Ardana. Menurutnya pengelolaan perpustakaan haruslah dilengkapi tiga orang, yang terdiri dari satu tenaga adminstrasi dan dua pustakawan. Hal ini penting diterapkan sekaligus berbagi peran, administrasi mengurusi segala kelengkapan buku, pendaftaran anggota, dan inventaris. Sedangkan pustakawan lebih fokus melayani pengunjung. 

Triyanto pada sesi terakhir menambahkan, untuk menarik dan menambah kerasan pengunjung, pelayanan haruslah memuaskan, dengan dukungan multimedia dan ruang yang kondusif untuk membaca. Setelah mendapatkan materi yang bersifat teoritis, acara yang dimoderatori Sidiq Suripto (Administasi Pendidikan’ 05) dilanjutkan dengan praktik langsung pengelolaan perpustakaan, seperti menginventarisir, melengkapi daftar inventaris berkala, penulisan kartu perpustakaan, kantong buku dsb. Keterlibatan dalam simulasi pemberdayaan ruangan berbuku ini, akan membuat daya ingat peserta lebih lama dan dapat diwariskan serta dipraktikkan di sekolah masing-masing nantinya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peserta KKN/PPL UNY 2009 di Dinas Pendidikan dan SD Jetis Jogopaten