Senin, 05 Juli 2010

Kenapa Harus Pendidikan Profetik

Dimuat di Buletin PROGRESS UKKI/ Edisi Special Ospek/Agustus 2009
Oleh: Vivit Nur Arista Putra 



Pendidikan profetik adalah pendidikan yang merepresentasikan nilai-nilai kenabian. Nabi adalah wakil Allah dan manifestasi Al qur’an. Oleh sebab itu, rujukan kita adalah firman Allah yang diabadikan dalam Al qur’an dan sunah nabi. Profetik etimologinya dari bahasa Inggris, yakni prophet berarti nabi. Wacana profetik diutarakan oleh Kuntowijoyo, seorang sejarawan, yang membahasakan teks-teks langit menjadi diksi (pilihan kata) yang mudah difahami manusia. Kuntowijoyo menyuguhkan tiga terminologi dalam profetik, yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ia terinspirasi kalam Illahi, Q.S. Ali Imran: 110. “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, mengajak pada yang ma’ruf, mencegah kemungkaran, dan beriman pada Allah.” 

Budayawan tersebut menyimpulkan tiga hal, setelah manusia terlibat pada realitas masyarakat, pertama manusia haruslah menyuruh kebajikan pada sesama, humanisasi. Kedua, membebaskan (liberasi) atau menolak kemungkaran dan bentuk kejahiliahan. Ketiga, tu’minunabillah, beriman pada Allah (transendensi). Lantas siapa manusia yang dimaksud memiliki kans besar untuk melakukannya? Para mahasiswa. Apa alasannya? Dasarnya jelas. Mahasiswa ditempatkan segaris sepemaknaan dengan Nabi. Mahasiswa mendapatkan ruang pencerahan. 

Jika Nabi tercerahkan oleh wahyu, mahasiswa tercerahkan oleh ruang kampus. Karena tidak semua orang dapat mengaksesnya. Keterlibatan awal ini harus diikuti dengan humanisasi -memanusiakan manusia- tak sekadar rekan kampus semata, namun juga melakukan rekonstruksi sosial kemasyarakatan. Liberasi atau pembebasan dari isme atau ajaran yang menjauhkan agama dari kehidupan (sekuler). Keduanya harus dibingkai dengan nilai transendensi yang kuat. Nilai itu adalah iman. Maka, jika kalian para mahasiswa baru hanya fokus studi, dolan sana, dolan sini tanpa peduli dengan realitas sosial, kalian menyalahi fitrah (ketentuan) kalian sebagai mahasiswa profetik.

 Di era kini kita dapat memilah tipe-tipe mahasiswa. Tipe pertama, aktivis organisatoris. Model ini peka terhadap isu sosial dan berikhtiar merubah sesuai tuntunan ideologinya. Kedua, mahasiswa study oriented kuliah, sikapnya cuek dan tidak terlibat dengan realitas, karena lebih memilih sibuk mengurus dirinya (egois). Ketiga, mahasiswa tanpa arah (disorientasi). Tidak memiliki pilihan jelas di kampus (oportunis). Krisis identitas, karena terhambatnya proses pencarian jati diri. Dan bisa dibilang potensial untuk direkrut sebagai “calon pengantin” oleh Noordin paling top. Pendidikan profetik adalah metode paling pas untuk memoles mahasiswa baru dengan segala aktivitasnya. Sebab, sandaran ideologi yang kuat, akan menjadi kompas penentu arah apa yang harus difikir dan apa yang harus ditindak olehnya. 

Vivit Nur Arista Putra 
Peneliti Transform Institute UNY

Tidak ada komentar: