Selasa, 06 Juli 2010

Pentingnya Pendidikan Karakter

Dimuat di Jagongan Harian Jogja, 5 Januari 2010 

Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Meninggalnya Theofilius, siswa SMA swasta di kawasan Gondokusuman, Yogyakarta, akibat salah sasaran perkelahian pelajar SMA beberapa waktu lalu menjadi titik perhatian serius insan pendidikan belakangan ini. Pasalnya, kenakalan pelajar abu-abu tersebut dikategorikan tindakan kriminal yang dapat mencoreng citra Jogja sebagai kota pelajar. Amat miris memang, hanya karena saling ejek di situs jejaring sosial facebook berujung maut dengan merenggut nyawa. Menjadi pertanyaan, apa sebenarnya sebab musabab maraknya perkelahian antarpelajar dewasa ini. Kenakalan pelajar disebabkan ketakmampuan pelajar mengontrol diri, dan menyalahgunakan kontrol diri, menegakkan standar tingkah laku diri, disertai unsur mental dan motif subjektif, yaitu mencapai objek tertentu dengan kekerasan dan agresi. Pelajar seperti ini egois dan cenderung melebihkan dirinya ketimbang orang lain (Kartono: 2006). 

Hal ini wajar mengingat usia-usia mereka, pola interaksi dengan orang tua mulai berkurang dan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dan teman sejawatnya. Menurut (Achmadi: 2004) kelompok teman sebaya dapat memengaruhi kenakalan pelajar, karena menyediakan lingkungan yaitu dunia sebagai tempat remaja bersosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan nilai yang ditetapkan sendiri, namun jika nilai tersebut negatif maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa. Mencermati kasus perkelahian pelajar di Jogja, bisa jadi mereka tidak memiliki kesibukan yang pasti sehingga mayoritas waktunya diisi dengan aktivitas yang tak bermanfaat. Atau tidak ada kegiatan softskill di sekolah yang membentuk karakter kepribadian. Berpijak dari problem sosial di muka menjadi tanggungjawab sekolah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan nyaman untuk belajar serta menumbuhkembangkan karakter mitra didik. Problem perkelahian pelajar akan ada setiap setiap kurun waktu, karena di usia mereka puncak energi berlebih terkumpul disertai semangat heroisme yang berapi-api yang membuatnya tak mau kalah dengan yang lain. 


Solusi pemecahannya tak cukup sekadar memberikan nasehat dan kontrol intensif kepada mereka, mengingat ego pribadi yang besar sehingga segala petuah baik yang datang akan diacuhkan. Upaya untuk mengondisikannya ialah memberikan ruang aktivitas edukatif untuk mengisi waktu luang mereka. Kegiatan itu akan sedikit mengurangi banyaknya tuntutan hidup di pundak mereka. Satuan pendidikan ialah ruang untuk mendekatkan peserta didik dengan realita kemasyarakatan dan kenegaraan. Artinya sekolah berperan sebagai perantaraan untuk mematangkan, memahamkan, dan membentuk karakter insan didik sebelum terjun ke lingkungan lebih luas. Oleh sebab itu, menjadi tugas sekolah untuk menyediakan kegiatan yang bermaterikan softskill kepada pelajarnya. Kompetensi softskill, secara nalar ialah kemampuan lunak. Disebut demikian, sebab kompetensi tersebut tidak cukup diperoleh peserta didik di ruang kelas belaka. Karena ihwal ini berkaitan dengan leadership, komunikasi, mental, dan sikap yang hendak diproses. Di kelas, mitra belajar hanya diberikan materi teoritis. Untuk membentuk karakter diperlukan kegiatan lapangan yang merangsang pelajar untuk berfikir dan bersikap, seperti kegiatan keorganisasian OSIS, ekstrakurikuler pramuka, serta mata pelajaran tambahan lain yang mewadahi dan memoles bakat minat pelajar. Karena ekstrakurikuler adalah manifestasi pembentukan karakter peserta didik. 

Rencana diwajibkannya kegiatan pramuka melalui undang-undang menjadi kabar baik di tengah banyaknya sekolah yang belum memberikan kegiatan ekstrakurikuler bagi peserta didik. Pendidikan karakter melalui ekstrakurikuler dapat meminimalisir perkelahian dan kenakalan pelajar sekaligus mengikis budaya hedonis yang mendera pelajar-pelajar masa kini, dengan memberikan ruang aktivitas yang memantik cara berfikir konvergen dan dapat dijadikan satu instrumen untuk mendesain karakter pelajar jika dikelola profesional oleh sekolah. Selain itu, adalah konsekuensi logis bagi pendidik untuk kreatif dan inovatif dalam proses transformasi ilmu guna mencipta pelajar berkarakter profetik. 

Vivit Nur Arista Putra 
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan 
Universitas Negeri Yogyakarta  

Tidak ada komentar: