Pesan Ramadhan Hari ke 2 1441 H/ 2020 M
Oleh: Vivit Nur Arista Putra
Said Hawwa menyebut esensi puasa ialah melemahkan berbagai
kekuatan hati dan perut yang dijadikan sarana syetan mengajak orang kepada
keburukan. Sehingga dengan terjaganya kondisi hati dan perut tersebut, kita
bisa mengalihkannya pada tindakan yang terpuji. Ketahuilah “amalan setiap anak
Adam pahalanya untuk dirinya, kecuali puasa. Karena puasa itu untukKu dan Aku
akan memberikan pahala berkali lipat. Puasa adalah benteng, maka jika kalian
berpuasa janganlah kalian berkata kotor, janganlah marah, dan jika ada orang
yang mencaci maki dan menyerangmu katakanlah, saya sedang puasa” (H.R.
Bukhari-Muslim). Pada riwayat Muslim disebutkan, “di bulan Ramadhan pahala anak
Adam akan dilipatgandakan, satu amalan kebaikan akan dibalas dengan sepuluh
sampai tujuh ratus kali lipat pahala”.
Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menguraikan tingkatan
puasa setiap manusia ada tiga, yakni puasa umum, puasa khusus, dan puasa super
khusus. Adapun puasa umum ialah puasa yang dilakukan mayoritas orang,
menahan makan, minum, dan jima’ (bersetubuh). Sedangkan puasa khusus ialah
menahan lapar dan dahaga dan menjaga indera tubuh penglihatan, pendengaran,
lisan, tangan, kaki dari perbuatan maksiat. Puasa super khusus lebih khusus
lagi yaitu puasa hati dari kehendak hina dan segala fikiran duniawi serta
mencegahnya dari memikirkan selain Allah. Puasa terakhir ini merupakan level
para Nabi, para sahabat, dan muqarrabin. Para ulama menyebutnya kita tidak
mungkin mecapai tingkatan ini, dan jenjang puasa yang mungkin ditembus ialah
puasa khusus. Yaitu puasanya orang shalih yang menahan dan menjaga anggotan
badannya dari maksiat.
Untuk menyempurnakan puasa khusus ada enam perkara yang harus
dilalui. Pertama, menundukkan pandangan dari objek yang membuat Allah murka dan
benci. Sebab, pandangan adalah busur panah iblis. Dari sanalah mula segala asal
muara ucapan dan perilaku. Dan ini merupakan ujian terberat di tengah
keterbukaan informasi dan vulgarnya siaran televisi yang menampilkan aksi tak
elok. Tetapi jika kita dapat menanggulanginya Allah menghadiahkan pahala
setimpal “barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah maka ia telah
diberi Allah keimanan yang memberikan kelezatan di hatinya” (H.R. Al Hakim).
Kedua, menjaga lisan dari ghibah, menggungjing orang lain,
bualan sia-sia, maupun perkataan nista. Sebab, kesemuanya itu dapat merusak
puasa. Jika tak ada pembicaraan penting yang disampaikan hendaknya diam atau
mengisi waktu luang dengan membaca Al Qur’an. "Sesiapa membaca satu huruf
dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan. Kebaikan itu akan
berlipat ganda menjadi sepuluh. Tidak aku katakan alif, lam, mim itu satu huruf,
tetapi alif satu, lam satu huruf, dan mim satu huruf” pesan Nabi Saw yang
diabadikan Imam At Tirmidzi.
Ketiga, menahan pendengaran dari ihwal tercela. Sebab Allah
menyatukan orang yang mendengarkan ghibah dan fitnah dengan orang yang memakan
barang haram. “Mereka itu adalah orang yang suka mendengar berita bohong, dan
banyak memakan yang haram" (Q.S. Al Maidah: 42). Semoga kita bisa
menghindarinya.
Keempat, menahan anggota tubuh dari dosa. Said Hawaa dalam
karyanya Tazkiyatun Nafs (Mensucikan Jiwa) menerangkan barang haram adalah
racun yang menghancurkan agama, sedangkan barang halal adalah ramuan bermanfaat
bagi raga. Nabi bertutur “betapa banyak orang berpuasa tetapi ia tidak
mendapatkannya kecuali hanya lapar dan dahaga” (H.R. Nasa’i dan Ibnu Majah).
Kelima, janganlah berlebihan saat berbuka. Sebab, jika perut
terlalu penuh. Berat bagi tubuh shalat tarawih dan tadarus secara utuh.
Bagaimana kita dapat mengendalikan hawa nafsu jika saat berbuka memanjakan
nafsunya dengan makanan yang banyak. Karena orientasi puasa adalah pengosongan
dan penundukkan hawa nafsu untuk membersihkan jiwa mencapai derajat takwa.
Keenam, hendaknya setelah berbuka, perasaan kita dipenuhi khauf
(cemas) dan raja’ (harap). Sebab, kita tak tahu puasanya diterima atau ditolak.
Rasa cemas diperlukan untuk meningkatkan kualitas puasa yang telah
dilaksanakan. Sedangkan penuh harap berperan tumbuhkan rasa optimis menjalani
puasa berikutnya.
Semoga kita mampu melalui input puasa ini dengan output menjadi
insan paripurna di mata Allah taala.
Vivit Nur Arista Putra
Penulis Buku “Pecandu
Buku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar