Pesan Ramadhan hari ke 20 1441 H/ 2020 M
Oleh: Vivit Nur Arista Putra
Setelah penulisan Al Qur’an rampung sesuai dengan dialek
Quraisy, Ustman mengembalikan Al Qur’an yang ditulis di era Abu Bakar kepada
Hafshah dan mengirimkan lima mushaf Ustmani ke wilayah negeri Islam lainnya
serta meminta kepada sahabat yang mempunyai catatan mushaf lainnya untuk
dibakar. Hal ini dilakukan agar tidak ada perbedaan lagi dalam membaca Al
Qur’an dan generasi selanjutnya dapat menggunakan Al Qur’an berbahasa arab Quraisy
yang disebut dengan mushaf Ustmani.
Seorang pengelana Islam pada awal abad ke 14, Ibnu Bathutah
dalam memoar pengembaraannya Tuhfah An Nuzhar fi Gharaibil Amshar wa Ajaibil
Asfar (Hadiah Berharga dari Pengalaman Menyaksikan Negeri-negeri Asing dan
Menjalani Perjalanan-perjalanan Ajaib) atau masyur dengan buku Rihlah Ibnu
Bathutah berkisah, ketika ia singgah di kota Bashrah, Irak, ia melaksanakan
sholat Jum’at di Masjid Ali bin Abi Thalib. Masjid ini merupakan rumah Allah
terbaik di Bashrah, bangunannya luas dan memiliki karpet merah terbaik yang
khusus di datangkan dari lembah Wadi Siba’. Di dalamnya terdapat mushaf Al
Qur’an yang dipernah dibaca Ustman bin Affan saat kawanan pemberontak mengepung
rumahnya dan membunuhnya. Ibnu Bathutah melihat bekas darah Ustman masih
melekat pada halaman mushaf tepat pada tulisan ayat “maka jika mereka telah
beriman sesuai yang kau imani, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi
jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka dalam permusuhan (denganmu), maka
Allah mencukupkan engkau dengan mereka. Dan Dia maha mendengar, lagi maha
mengetahui” (Al Baqarah: 137).
Para Nabi diberi mukjizat Allah sesuai dengan tantangan
zamannya. Karena Allah ingin menutup para Nabi, maka Allah memberi mukjizat
Nabi terakhir Muhammad saw berupa kata-kata yakni Al Qur’an. Mukjizat
Rasulullah ini bukanlah bahtera layaknya Nabi Nuh, bukan berupa unta betina
yang diterima Nabi Shaleh, tidak juga tongkat sakti yang dipegang Musa. Tetapi
karunia Allah tersebut berbentuk kata-kata agar mudah dipelajari dan diwarisi
umat-umat setelahnya.
Para ulama menghitung jumlah kalimaatul Qur’an (kata-kata
dalam Al Qur’an) sebanyak 77.934 kata, ada pula yang berkata berjumlah 77.437
kata, dan pendapat lainnya menyimpulkan 77.277 kata. Perbedaan pendapat dalam menghitung
kata ini karena pemahaman setiap ulama berbeda dalam memaknai haqiqat, majaz,
lafadz, dan rasm. Adapun jumlah hurufnya menurut Umar bin Khatab “Al Qur’an itu
terdiri dari satu juta huruf, sesiapa membacanya dengan sabar dan mencari ridha
Allah, pada setiap huruf ada istri dari bidadari” (Hadist ini marfu’ dari Imam
Ath Thabrani).
Pembahasan mengenai jumlah huruf dan ayat dalam Al Qur’an ini
para ulama ada yang menganggap penting dan tidak terlalu penting. Tetapi
menurut Imam As Suyuthi, pembahasan ini memiliki relevansi dengan hadist Nabi
yang mengaitkan bacaan setiap huruf Al Qur’an dengan nominal kebajikan. Ibnu
Masud meriwayatkan, Nabi bersabda “Sesiapa membaca satu huruf kitab Allah maka
baginya ada kebajikan dan sepuluh kebajikan yang serupa dengannya (maksudnya
dilipat gandakan). Aku tidak mengatakan bahwa alif, laam, miim itu satu huruf,
tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf " (H.R.
Tirmidzi).
Penghitungan jumlah ayatnya Imam As Suyuthi mengambil pendapat
Imam ad Dhani “para ulama bersepakat bahwa jumlah ayat-ayat Al Qur’an 6000 dan
mereka berbeda pendapat tentang jumlah selebihnya. Sebagian ada yang tidak
menambah dan sebagian lainnya ada yang menambah 204 ayat”. Ada pula yang
menambah 14 ayat, 19 ayat, 25 ayat, bahkan 36 ayat. Adapun pendapat umum orang
yaitu 6666 ayat, ada kemungkinan mereka keliru dalam memahami pendapat Abdullah
bin Abbas. Al Qur’an ini ada 6000 ayat isinya kisah, 600 ayat berupa
tanda-tanda kebesaran Allah, 60 ayat tentang aturan muamalah, dan 6 ayat hukum
hudud.
Maksud atsar yang diriwayatkan Sa’id bin Jubair ini bukan dijumlahkan,
sebab ada ayat-ayat yang beririsan dan berkombinasi dengan ayat yang lain. Pada
halaman tertentu ada ayat yang berisi kisah, muamalah, tanda kebesaran Allah,
dan hukum sekaligus, namun pada ayat lainnya hanya terdiri dari muamalah dan
kebesaran Allah, atau di ayat lain hanya membicarakan satu bab saja yaitu
kisah. Demikian maksud Ibnu Abbas.
Selain itu, para ulama juga ada yang menganggap basmallah
sebagai ayat dan ada yang tidak. Mengenai jumlah suratnya ada yang menulis 113
dengan menjadikan At Taubah dan Al Anfaal satu surat. Namun jumhur ulama
berpendapat 114 surat dan 6236 ayat. Waallahualam bishawab.
Teringat pesan Utsman “jika hatimu bersih, engkau tak akan bosan
membaca Al Qur’an.” Semoga kita bisa membaca dan mentadaburi Qur’an setiap
saatnya dan terwujud dalam kelakuan kita.
Vivit Nur Arista Putra
Penulis Buku “Pecandu Buku”
2 komentar:
Terima kasih Mas.Sangat bermanfaat..
Ya Kak, bisa dishare ke saudara lainnya ya.. Terima kasih..
Posting Komentar