Minggu, 24 Mei 2020

Tujuh Perkara Sebab Akibat

Pesan Ramadhan hari ke 4 1441 H/ 2020 H
Oleh: Vivit Nur Arista Putra


Sebagai penuntut ilmu, kita patut berbangga ada banyak ulama nusantara yang pernah menjadi pengajar dan imam di Masjidil Haram, Makkah. Salah satunya Syekh Nawawi Al Bantani (1813-1897). Kitab beliau yang sangat masyur di Pesantren adalah Nashaihul Ibad (Nasihat bagi Hamba). Pustaka ini layak dibaca bagi kita yang merindukan nasihat sepanjang hayat.

Pada makalah ke tujuh, beliau mengutip pesan Umar bin Khatab pada kita. Berkatalah Umar, "sesiapa yang banyak tertawa akan berkurang wibawanya, siapa yang meremehkan sesama akan diremehkan yang lainnya, siapa menekuni sesuatu akan dikenal sebagai ahlinya, siapa yang banyak bicara akan banyak pula dosanya, siapa banyak dosa akan sedikit rasa malunya, siapa sedikit malunya akan sedikit pula wara'nya, siapa sedikit wara'nya akan mati hatinya."


Mari kita urai satu per satu nasihat di muka.

1). Siapa banyak tertawa akan berkurang wibawanya.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw "jauhilah banyak tawa, sebab akan mematikan hati dan memudarkan cahaya wajah (wibawa atau martabat)." Maka jika kita kehilangan wibawa di mata orang. Suara kita tidak akan didengar oleh orang lain. Sehingga sulit bagi kita menasihati anak dan istri hingga tetangga atau kawan sebaya. Masuk telinga kanan, keluarga ke telinga kiri.
Maka bagi orang yang begitu menjaga wibawanya. Kita akan sungkan berlaku cela di hadapan mereka. Itulah kekuatan wibawa. Rasulullah bersabda "canda tawa berpahala adalah antara suami pada istrinya." Ini pertanda canda dan tawa tidak dilarang seutuhnya. Hanya saja kita diminta untuk menguranginya, lalu menyibukkan diri dengan amal berpahala. Imam Al Mawardi berujar "canda tawa itu permulaannya yang manis, namun akhirnya mengundang permusuhan. Orang terhormat akan membencinya, sementara yang kurang akal akan asyik dengannya." Semoga Allah menjaga muru'ah kita di mata sesama.

2). Siapa meremehkan sesama akan diremehkan yang lainnya.
Para salafus shalih memberi kaidah, "hendaknya kita berhusnudzon pada sesama. Jika kita melihat orang tua, tanamkan dalam hati mereka lebih banyak amalnya dibanding kita. Jika kita bertemu orang yang lebih muda, lihatlah mereka sebagai manusia yang lebih sedikit dosanya dibanding kita." Dengan demikian kita tidak memandang bahwa kita lebih baik dari orang lain. Sebab perasaan itu, sering kali membawa kita meremehkan sesama. Tetapi, sekali perasaan itu mengemuka, hukum karma akan menghampiri kita. Orang lain akan merendahkan kita, entah kapan dan di mana.

3). Sesiapa menekuni sesuatu, kelak akan dikenal sebagai ahlinya
"Harga diri seseorang bergantung pada keahliannya" tukas Ali bin Abi Thalib. Dari hobi menjadi profesi. Jika kita menggemari sesuatu, tukunilah sampai menjadi pakarnya. Para motivator menyampaikan, butuh waktu 10.000 jam hingga kita menjadi pakar. Maka carilah hobi yang memberi maslahat bagi umat, menjadikannya sarana memberi manfaat.
Era digital ini, jika kita mempunyai hobi mengedit dan membuat video. Kita bisa mengemas video ceramah ustad dan menyebarkannya ke media sosial. Jika pandai menulis, mara rangkailah kata-kata indah, sehingga kebaikan akan terwaris. Carilah hobi yang menjadi investasi pahala.

4). Siapa banyak bicara akan banyak pula dosanya.
Baginda Nabi menasihati, "sungguh orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah yang paling banyak bicara hal yang sia-sia" (H.R. ibnu Nashir). Pada hadis shahih, Rasulullah saw juga dikatakan "siapa beriman pada Allah dan hari akhir, berkatalah baik atau diam."
Artinya Nabi Muhammad menjadikan lidah kita sebagai salah satu parameter keimanan seseorang. Jika kita memakainya untuk berdzikir, berpetuah, berdakwah. Itulah sebaik maslahah. Jika kita meracau tanpa arah, ghibah, namimah, tiada hikmah, akan menjadi fitnah dan dosa yang melimpah. Kepada Allah kami mohon ampun.

5). Siapa banyak dosanya akan sedikit rasa malunya
Mungkin itulah maksud sabda Nabi, "jikalau kau tak punya rasa malu. Berbuatlah sesukamu." Orang yang keras hatinya akan berbuat dosa terang-terangan tanpa rasa malu. Karena dia tak punya pegangan dan rasa malu gagal meredam sikapnya. Padahal ahli hikmah berpetuah, "siapa ada rasa malunya, maka aibnya tak akan terlihat manusia."
Rasa malu sistem kontrol dalam hati kita. Maka Nabi saw menyampaikan, "rasa malu sebagian dari iman." Mari jaga rasa malu kita, sebab itu adalah tanda orang mulia dan menghindarkan kita berbuat dosa.

6). Siapa sedikit rasa malunya akan sedikit pula wara'nya
Wara atau menahan diri dari sesuatu yang tidak pantas. Berupa subhat, mudharat, atau maksiat. Maka orang yang hilang rasa malunya, pertanda dia telah raib pula rasa wara'nya. Padahal Rasulullah bersabda, “Diantara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.” Semoga di bulan Ramadhan ini kita menyibukan diri dengan rutinitas berpahala.

7). Siapa yang sedikit wara’nya akan mati hatinya
Orang yang tidak hati-hati dengan subhat dan maksiat, pertanda hatinya telah mati. Bila hati mati, maka dia tak pedulikan lagi halal haram, maslahat mudharat, hingga jernih dan keruh. Maka jagalah hati jangan kau nodai. Jagalah hati lentera hidup ini.

Untuk mengukur kebersihan hati, Usman bin Affan menjelaskan “jika hatimu bersih, engkau tak akan bosan membaca Quran.” Mari periksa lagi hati kita, apakah ia mudah jemu ketika membaca kitab itu. Sementara membaca buku lain begitu menggebu. Mari pahami lagi kalbu kita, berapa lama merenungi firman Allah setiap harinya. Di bulan Ramadhan, eratkan lagi interaksi dengan Al Quran.


Vivit Nur Arista Putra
Penulis Buku “Pecandu Buku”


Tidak ada komentar: